Warung Bebas

Thursday, 15 September 2011

Retrace #4: First Sight (pt. 2)

****
Mengantar dua teman ke bandara untuk ‘pulang kampung’ itu bikin miris.
Gimana nggak? Lisa dan Hye-jin meninggalkanku di Athens sendirian untuk
pulang ke Italia dan Korea di liburan musim panas ini selama dua bulan,
sebelum kami menyelesaikan laporan terakhir.

Sebenarnya, aku juga bisa pulang ke Indonesia, tapi buang-buang uang dan aku
punya rencana untuk mengadakan *trip *ke beberapa kota di Amerika. Tapi… ah,
*I’m not that rich!*

Syukurlah, Helen datang sebagai penyelamat! Dia menawarkan liburan musim
panas di Norfolk - kebetulan dia tinggal di apartemen dan butuh teman untuk
menghabiskan waktu bersama. Tabunganku juga cukup. *So, well, here I go,
beach!*

***

Hanya ada segelintir mahasiswa yang masih tinggal di asrama, karena kami
belum memastikan kapan akan pergi. Aku sih sekitar empat hari lagi, karena
masih ada beberapa urusan dengan dosen untuk laporan nanti.

Siang ini, aku memutuskan untuk ngopi di sekitar halaman depan kampus yang
sejuk. Di hari-hari biasa, banyak mahasiswa yang lalu-lalang di sini. Tapi,
sekarang hanya aku dan pohon-pohon rindang, plus bangunan utama bertembok
merah yang memberi kesan kalau aku… seperti berada di tengah kastil.

Tengkukku langsung menegang.

*Klik!*

**
Ah, suara itu lagi! Kepalaku celingak-celinguk mencari orang yang tengah
memotret di sini. Sampai mataku tertumbuk pada sosok yang berdiri tak jauh
dari pintu bangunan: Adrian Choi. Kali ini, dia tersenyum dan menghampiriku.
Maksudku, ya, MENGHAMPIRIKU! Meski terlihat santai dengan *t-shirt* lusuh
berwarna putih dan celana jins selutut, Adrian tetap keren bersama DSLR-nya
itu.

“Hai,” sapanya. “Kamu… gadis yang di kafetaria tempo hari itu, kan? *With
that dress…”*

“Kebaya,” sambarku cepat. Apa Hye-jin akan patah hati mengetahui hal ini?
Tapi, aku tidak menyangkal rumor tentang Adrian yang memang good looking dan
penuh pesona itu. Di tiga detik pertama, aku sempat terintimidasi.

Adrian berdehem. “Nggak pergi liburan ke negara asal?”

Aku menggeleng. “Indonesia terlalu jauh dan nanggung kalau pulang sekarang.
*I’ll go there in three or four months.”*

“Setelah masa kuliah kamu di sini habis?” tanyanya penasaran dan aku hanya
mengangguk. Ada gurat penyesalan dalam wajahnya. “Sayang kita baru bisa
ngobrol sekarang.”

Alisku bertaut. Eh?

Tangannya terulur padaku. “Adrian. *And you suppose to be* Dita, *right?”*

“Eh?” Kali ini aku menyuarakannya dan, tanpa mengurangi rasa hormat,
menjabat telapak tangan Adrian yang besar dan kokoh. Ya, tinggi badannya
mungkin sekitar 1,8 meter dan membuat kepalaku harus menengadah ke atas
untuk menatapnya.

“Kamu pernah menulis *review* untuk buku Mitch Albom, kan, di koran kampus?”
tanyanya lagi yang makin membuatku terkejut. *“He’s such an inspiration.”*

“*Well*, yah…” Aku jadi mati gaya sekarang. “Itu memang aku. Tapi, *review *itu
sudah lama… satu bulan sejak kedatanganku di sini.”

Adrian manggut-manggut, tangannya sesekali membersihkan lensa kamera. “Tapi,
aku suka dengan review itu. Kalau bukan karena sibuk dengan dunia jurnalis
dan tugas-tugas, kita mungkin sudah menjadi teman dekat sejak *review* itu
terbit.”

Aku tertawa miris sambil menggenggam kap kopi semakin erat. “Jadi, apa kamu…
selama ini mengawasi aku?”

“Hm?” Bola matanya yang secoklat *hazelnut *menilaiku. “Kurang lebih.
Syukurlah ada presentasi dari jurusan HI dan itu adalah kali pertama aku
bisa berdiri sedekat itu dengan kamu.”

Pipiku memanas. Wow, *well*, oke - *this so called most favorite guy has
been searching for me*. “Jadi, sekarang apa?”

Adrian menggumam, lalu matanya melirik kap kopiku. “Ah, kamu ternyata suka
kopi, ya? *What if we go to cafetaria?!* Aku belum menerima asupan kafein
hari ini.”

Uh, aku minum kopi bukan karena suka, tapi hanya butuh stimulan untuk
menyegarkan pikiran. Tapi… “Oke.”

“Nah, itu bagus.” Adrian mengisyaratkanku untuk pergi. “Setidaknya, aku
punya waktu untuk bicara dengan kamu sebelum pulang ke Seoul untuk liburan.”

Mataku membelalak. Choi. “Seoul? Ke negara ayah kamu?”

Langkahnya terhenti, lalu menatapku dengan sebuah senyuman miring di
wajahnya. *“Seems like you also have been watching me.”*

Aku menelan ludah. Duh.

***



- (oleh @artemistics - http://acoffeelover.blogspot.com)

0 comments em “Retrace #4: First Sight (pt. 2)”

Post a Comment