Warung Bebas

Monday, 19 September 2011

Penuh Pesona

Gadis itu tampak sumringah memasuki lokasi reuni di ballroom hotel mewah ini. Dengan rambut yang lurus tergerai rapi sebahu dan berponi, dia sungguh cantik. Memakai gaun dengan motif print retro membuatnya menjadi pusat perhatian.

"Hai Tania!" sapanya centil. Aku menoleh. Dengan mulut belepotan kue tart, aku membalasnya.
"Uhm, hai! Halo, Maria!" kami saling berpelukan dan mencium pipi kanan kiri. 
"Cantiknya kamu!" ujar Maria memandangi bajuku.
"Ah, hanya blouse biasa kok. Emangnya kamu tuh, seperti bidadari?" pujiku tulus. Maria tertawa kecil.

Kami menikmati malam bersama teman-teman lama. Tak terasa sudah menjelang tengah malam dan kami juga sudah berpindah tempat ke ruangan karaoke. Telah habis empat jam dan itu masih kurang. "Tania, besok sore kita ngopi yuk? Aku punya bisnis nih. Potensinya bagus. Udah uji coba, lho!" rayu Maria kenes. Aku tersenyum tipis.
"Boleh. di mana? After office hour? di Kemang yuk?"
"Ogah ah! Kalau kejebak banjir gimana?"
"Yah elah! Belum apa-apa udah takut duluan? Ya udah, kalo gitu di fX aja ya? Aku ada meeting di sana sampai sekitar pukul tiga deh. Gimana?"
"Baiklah!"

**

Aku sudah menghabiskan tiga cangkir hot chocolate with hazelnut and peppermint. Kebiasaan buruk ketika dikejar tenggat materi seminar. Hey, itu permintaanku pada baristanya. Jangan kalian cari, tak akan ketemu. Hehehe... BBM yang kukirim untuk Maria entah nyangkut di mana. Ponselnya tak diangkat. Tiba-tiba pada mention tab twitterku tertulis: "@tania23 sorry ya cintah, aku tadi abis meni pedi plus lulur. hihihi... aku udah deket Ratu Plaza nih!" Ya ampun, sempat ya nyalon dulu?

Dan ketika Maria berjalan mendekatiku dengan anggunnya, aku menelan ludah. "Maria, kalau aku laki-laki, sudah jatuh cinta kali ya?" aku terkekeh.
"Ah Tania! Bisa aja deh kamu! Hm, cokelat favoritmu itu? Ah, aku mau kopi aja. Cappucinno seperti biasa." Maria mendaratkan pantatnya dengan anggun. Hm, aku terlalu berlebihan ya? Tapi memang dia itu seperti putri dari khayangan sih!

"Apa sih ngeliatin aja?" tanya Maria bingung. "Bajuku norak ya? Atau make up sekarang terlalu pucat? Rambutku keliatan kusut ya?"
Aku tertawa. "Haduh, Maria! Santai aja. Gak kok. Everything is perfect, dear. Beneran! Aku hanya selalu merasa takjub melihatmu. Padahal baru dua bulan ya kita gak ketemu?"
"Iya ya?"
"Nah, sekarang bisnis apa sih yang mau kamu tawarin ke aku?"
"Nutrisi herbal."
Aku mulai memasang radar.
"Hey, aku tau apa yang ada dalam pikiranmu! Ini bukan herbal yang itu!"
"Lagian kalau yang itu juga sudah kujalani dan berhasil kok."
"Nah, ini hasil racikan keluargaku sendiri. Eyang putri dan budhe di Semarang yang punya resepnya. Sudah berjalan lima tahun dan pemasaran sudah ke luar negeri, lho! Aku mau ngajak kamu."
"Sebagai? Jangan bilang sebagai tenaga pemasaran deh!"
"Ahahahaha..." Maria tertawa. Antingnya bergoyang dan bahunya berguncang. Hm, bahkan saat tertawa pun Maria terlihat cantik. Walah!

"Aku tak akan mengajakmu sebagai tenaga penjualan di lapangan. Tapi sebagai tim suksesku."
"Kamu mau ikut pilkada di mana, Mar?" ledekku.
"Bukan pilkada, tapi pilpres!" jawab Maria dengan mimik sok serius. Kemudian kami tertawa lepas hingga yang berada di dekat kami langsung mendelik sebal. Ups!

"Lantas, aku harus bantu apa nih? Kapan mulainya?"
"Pertanyaanku sekarang adalah, kamu kerja full time saat ini? Berapa gajimu?" tanya Maria sambil menyeruput kopinya.
"Wait! Nantangin nih? Ehm, sebentar. Mas!" aku memanggil pelayan dan meminta Zuppa Zoup untuk dua orang. "Apa yang kamu harapkan dariku, Maria?"
"Dedikasimu tentu aja! Aku sudah mempelajari sepak terjangmu di dunia periklanan. Dan ya, aku suka semangatmu."
"Dasar stalker!" gerutuku pelan. Maria tersenyum kecil.
"Ini bisnis. Kamu tau sendiri dong gimana kerasnya persaingan? Etapi aku memang suka dengan gaya kerjamu. Pasti cocok dengan lingkungan kerjaku. Ayolah!"
"Tak bisakah kau beri aku waktu berpikir? Sebulan? Dua bulan?
"Wow, Tania! Itu terlalu lama! Aku gak mau! Seminggu aja ya? Kirim CV dan permintaan gajimu."

Aku menghela nafas dan menggeleng geli. "Wah, susah nolak kalo kayak gini. Tapi aku benar-benar butuh waktu ya untuk berpikir. Kerjaanku sedang overload nih!"
"Kutunggu deh! Karirmu akan bagus di sini. Percaya deh!" Maria mengerling centil. 
"Beuh, menggoda banget sih!" aku menjawil dagunya.
"Hehehe. Udah ah! Sekarang ceritakan padaku tentang Aldo. Apa kabar kekasihmu itu?"
"Ah, dia. Baik. Sedang berada di Makassar," jawabku nyaris tak terdengar.
"Hm? Pasar?" ulang Maria.
Aku tergelak. "Makassar, Cantik! Biasalah."

Maria memandangku penuh selidik. "Ada yang mau kauceritakan padaku, Tania?"
Aku menelan ludah. Gamang. Aku mengaduk gelas kosongku tanpa suara. Kemudian Maria menggeser duduknya persis di sebelahku. Aroma parfum J.Lo memenuhi panca penciumanku.

"Aku di sini, untukmu. Kalau kamu ingin cerita, aku siap mendengarkan. Kalau tidak, menangislah."

Tanpa komando lagi, aku mulai menangis di pelukan Maria dengan bayangan Aldo yang memenuhi kepalaku. Aku menghabiskan senja itu dengan membasahi baju Maria. Ada yang tak bisa kuselesaikan sendiri, ternyata.


------

Special: Damay, wanita Minang yang memesonaku ;)



~ (oleh @andiana)

0 comments em “Penuh Pesona”

Post a Comment