Pukul 7 malam, di taman kampus...
Aku beralih menjadi gadis pemurung hari ini. Bahkan jelas tertidur di dalam kelas. Jazzy pun masih saja memakluminya. Si pria baik hati itu, semakin baik hati saja setiap harinya. Aku bahkan begitu jarang menatap matanya, aku tak punya keberanian menatap mata siapa pun. Aku menyerah berusaha tersenyum, suasana hati yang sedih menenggelamkan keceriaanku tiba-tiba. Aku dan Jazzy berjalan dalam satu garis hari ini. Berkali dia mencoba menoleh padaku tapi aku begitu jarang menoleh balik padanya. Aku, hanya tidak ingin dia melihat wajah masamku ini terlalu sering.
"Sera jangan diam saja. Jangan ikut-ikutan menjadi pendiam sepertiku." Jazzy tiba-tiba meraih telapak tangan kananku dan menggenggamnya erat, dia melakukannya dengan tetap menatap ke depan. Seolah itu bukan lah hal yang diluar kebiasaan. Aku bahkan sampai sulit berkedip melihatnya. Dia menggandengku, bahkan ketika kami sedang tidak perlu menyebrang jalan. Bagaiman hal semanis ini, bisa dia lakukan dengan teramat mudah. Aku mencoba untuk menganggapnya hal yang biasa sembari tersenyum kecil menatap tanganku sendiri.
"Aku, hanya sedang tidak selera mengatakan apa pun. Tiba-tiba saja kenyang bicara." Aku mengatakannya sambil terus melangkah.
"Kalau begitu, beri waktu untuk pikiran mencernanya dengan baik. Kau pun akan lapar kembali untuk bicara."
***
Ini di dalam mobil Jazzy...
Aku menerawang ke langit, beberapa bintang enggan benderang seterang biasanya. Atau ini hanya karena mataku bengkak saja. Jazzy mencoba memasangkan sabuk pengaman untukku. Dia semakin manis saja hari ini. Walau pun biasanya dia selalu memasangkannya, aku memang tidak suka menggunakan sabuk pengaman. Tapi dulu Jazzy lebih memilih repot memasangkannya dari pada kami kena tilang. Entah sekarang dia masih memasangkannya karena tilang itu, atau karena peduli dengan keselamatanku.
"Jazzy, bisa temenin aku nggak ke suatu tempat?" Pintaku ketika dia menghidupkan mobilnya.
"Sure. Tapi sebelum jam 10 aku harus sudah pulang ke rumah." Jawabnya.
"Sebelum jam itu, kamu pasti sudah tertidur pulas di rumah. Aku janji."
20 menit kemudian...
Aku tiba disebuah jalan. Aku biasa berhenti di jalan ini. Jazzy hanya menurunkanku di sini setiap harinya dan itu karena permintaanku. Tapi kali ini aku memintanya ikut turun. Sekarang kami berjalan bersama di tepi terotoar. Jazzy mengamati sekeliling kompleks perumahan ini. Seperti biasa dia memilih diam dari pada menekanku dengan pertanyaan. Dan sampailah kami di pintu pagar ruma yang sederhana ini. Tepat di balik gerbangnya terpampang papan nama bertuliskan:
"PANTI ASUHAN ROSEMARRY"
Jazzy menghentikan langkahnya di depan papan itu, tapi aku kemudian menarik tangannya untuk melangkah masuk ke dalam.
"Ayo, kita kan udah pacaran 6 bulan lebih. Masa kamu nggak pernah main ke rumahku." Jazzy hanya menatapku dan menurut.
Aku membuka pintu dan mengucapkan salam. Masih terus menggandeng Jazzy aku mengajaknya masuk ke dalam ruang tamu. Adik-adikku yang jumlahnya lebih dari 25 orang mengerebung di sekelilingnya. Wajah Jazzy pun memucat, tapi aku begitu menikmatinya. Aku ingin dia belajar menikmatinya. Beberapa anak bahkan sudah nangkring di pangkuan Jazzy. Anak-anak di sini memang selalu haus kasih sayang, apa lagi kepada orang baru yang mereka temui dan mereka anggap pembawa rizky bagi mereka. Aku hanya tertawa memperhatikan tingkah mereka.
"Hei anak-anak, ini kan sudah waktunya tidur. Jangan ganggu temannya kak Sera. Ayo masuk ke kamar masing-masing." Ibu asuhku keluar, namanya bunda Rose. Menyuruh anak-anak untuk masuk ke dalam. Aku datang di belakangnya membawa 2 cangkir teh hangat untuk Jazzy dan diriku sendiri.
bersambung...
~ (oleh @falafu)