Warung Bebas

Monday, 26 September 2011

#14 Goodbye Dear!

"Sayang kamu beneran enggak apa-apa aku tinggal? Dua minggu lama lho Nay.. Itu juga mungkin bisa lebih. Kamu mending ikut ajak yuk.. Kita beli tiket sekarang ya?" cerocos Nalen sepanjang jalan menuju bandara Soekarno Hatta.
"Nalendra Jaleswara ga berlebihan deehh.." jawabku lalu memutar bola mata.
"Ya enggak.. Kamu kan jarang jauh dari aku selama itu. Kamu yakin?? Aku cuma agak khawatir aja.. Ga tahu kenapa nih dari kemaren perasaanku selalu ga enak kalau inget bakal ninggalin kamu sendiri di rumah agak lama gini..", jelas Nalen berkonsentrasi dengan kemudinya.
Kami mengendarai mobil Papi. Tadi pagi-pagi sekali kami berangkat dari Bogor naik kereta menuju Jakarta. Kami langsung ke rumah Papi. Maksud hati Nalen mau menitipkan aku pada Papi sekaligus berpamitan, yang ada malah Papi sedikit agak sewot. Pasalnya susah sekali membujuk Nalen untuk mau menerima mobil pemberian Papi. Ya tahu sendiri Nalen masih suka pakai motor butut kesayangannya dan sebenarnya Nalen juga tidak mau terlalu merepotkan Ayah mertuanya.
Akhirnya agar tak mengecewakan keduanya, mobilnya aku yang pakai. Ku sampaikan pada Nalen sepertinya aku akan butuh nanti, untuk bolak-balik dari rumah ke Jerami. "Kamu tega nanti malam-malam aku bolak-balik naik motor? Malam-malam sendirian terus mogok di jalan. Nah kalau aku di culik gimana??", bujukku setengah becanda membuat Nalen berpikir dan akhirnya mengalah. Jadilah siang ini kami mengendarai mobil pemberian Papi untuk Naya. Ku tegaskan sekali lagi untuk Raina Kalea Nara ya Bapak Nalendra Jaleswara hahaha..
"Nay.. pokoknya nanti kalau di Bogor butuh apa-apa minta tolong si Ahmad ya.. Terus kamu kalau capek ga usah lah ke Jerami, aku udah percaya Ahmad ko pasti beres sama dia. Ya tapi kamu sesekali ngechek wajiblah.. Kamu ga boleh kecapekan trus selama aku tinggal pokoknya kamu ga boleh sakit.." Nalendra masih saja belum berhenti nyerocos entah terlalu khawatir atau sedang kumat lebaynya.
"Hei heii Nalen.. Sayang..kamu kenapa sih??", ku perhatikan lagi tingkah Nalen yang super aneh. Ga biasa-biasanya dia kayak gini. "Iya. Oke. Siap. Laksanakan. Aku janji bakal makan 3x sehari. Ga akan capek-capek sampe masuk angin. Dan kamu pulang nanti, kamu bakal nemuin aku dalam keadaan baik-baik aja. Deal?", aku mencoba meyakinkan suamiku yang jadi super cerewet sekali sepagian ini.
Nalen menarik rem tangan. Mobil terpakir dengan sempurna di halaman parkir di Terminal Keberangkatan Domestik Bandara Internasional Soekarno Hatta. "Huff..", Nalen menghempaskan tubuhnya ke bangku kemudi. Mengambil nafas panjang, terlihat sekali dari mataku kalau suamiku sedang mencoba menenangkan pikiran.
"Are you okay?", kataku saat Nalen melirikku. Ku lingkarkan tanganku memeluk tubuh suamiku, yang nyaris sama besar dengan tubuh beruang hihi..semoga peluk ini bisa menenangkanmu Len, bathinku ikut pilu.
"Aku pasti bakal kangen nanti." ucap Nalen menyambut pelukku dengan lebih erat. "Anak nakal, jangan sampai ga kangen aku ya nanti..", bisik Nalen lalu menciumi ujung kepalaku, sepertinya rambutku jadi berantakan dibuatnya.
"Iyaaa.. Kalau kamu melow gini nanti aku mewek deh nii..", rengekku menahan diri agar tak menangis. Aku lebih mudah menangis di depan Nalen daripada menangis di depan Ayahku atau oranglain.
"Hehehe cengeng.." Nalen bisa sedikit tertawa kali ini sambil mengusap setetes airmataku.
"Aku mau kamu pulang utuh. Pokoknya utuh ga boleh ada yang kurang. Sayangnya juga ga boleh kurang.", sekarang gantian aku yang cerewet. Ada yang hangat menyentuhku. Bibir Nalen menghentikan ke-bawel-an ku kali ini.
"Iya. Itu aja kan? Oleh-oleh nya ga usah ya? Haha..", canda Nalen melepas ciuman singkatnya.
"Aaaaa.. itu mah wajib Pak Jaleswaraaa.." rengekku di mobil seperti anak kecil.
"Hehehe iya-iya apa sih yang ga buat istriku.." ujar Nalen menggombal. "Yuk.. Nanti aku telat di tinggal pesawatnya..", ajak Nalen lalu menciumku sekali lagi.
"Len khas Morotai apa sih?", tanyaku sambil membantunya menarik koper.
"Ga tahu aku kan juga belum pernah ke sana sayang.."
"Oiya ya.."
"Kenapa emang?"
"Gaaa.. lagi kira-kirain aja besok dapet oleh-oleh apa hahaha..", tawaku.
"Oalah oleh-oleh.. Ah itu sih gampang. Nanti kamu aku oleh-olehin foto-fotoku selama di sana aja gimana? Haha.." balas Nalen menggodaku.
"Diiihhh sok artis.. lagian buat apa tauk foto kamu. Aku kan udah punya yang ada di dalem foto."
"Emang aku punya kamu??" goda Nalen lagi.
"Emang kamu bukan punyaku??", kataku melotot sambil mencubit pinggangnya.
"Hehehe iyaaa ampuunn.."
Berhubung sudah tak banyak waktu lagi, ku sarankan pada Nalen agar segera chek in dan berkonsentrasi saja pada perjalanannya nanti. Aku sudah meminta ijin untuk bermalam di rumah Papi untuk dua malam subuh tadi sebelum berangkat ke Jakarta. Tentu saja Nalen sangat mengijinkan.
"Aku berangkat kerja dulu ya sayang..", pamit Nalen memelukku lagi.
"Oke! Cepet ketemu lagi yaa.. Aku tunggu di rumah.. Safe flight sayang.. Love you.." bisikku di telinganya.
"Love you." Nalen pun mencium keningku lama.
***
Kosong. Mendadak perasaan itu muncul tepat saat pesawat Nalen terbang melesap di balik awan. Masih ku temui wangi Nalen di sini, seakan aromanya memenuhi mobil estillo pemberian Papi. Di detik ini juga, aku sudah merindukannya lagi. Lelaki superku, Nalendra Jaleswara.
Bersama teriknya Jakarta,
no ones gonna take him away from me..
everyday and everynight
i just wanna hold him tight
and make sure that everything stays night
and everyday and every night

my only one - mocca
-Naya Jaleswara-


~ (oleh @ukakuiki)

0 comments em “#14 Goodbye Dear!”

Post a Comment