Warung Bebas

Saturday, 24 September 2011

Delapan #9

Pernah juga suatu siang, aku dan Milan bertemu di kantin sekolah. Ketika itu hari Jum'at, dan jadwal pemulangan siswa PKL memang lebih cepat dari biasanya. Namun aku pribadi, suka berlama-lama di sekolah. Ada magnet besar yang selalu menarikku dan membuat aku sangat betah di sekolah. Sangat aman dan nyaman. Lalu di hari itu aku berada di sekolah hingga senja tiba. Niatku adalah ingin melihat Milan melakukan ekskul mingguannya. Sepak bola.
Lama ku tunggu Milan keluar dari kelasnya. Sebenarnya aku tidak benar-benar seperti menunggunya di depan pintu kelas. Aku hanya melihatnya dari jauh. Batang hidungnya tak kunjung tampak. Sempat ingin menyerah saja, namun aku selalu membujuk diri, "Lima menit lagi, Nggi.. Sabar.." Sampai akhirnya lima menit yang ku lalui berada pada lima menit ke delapan. Sudah sebegitu lama aku menunggu, laparku terasa. Perut sudah berteriak meminta sesuap nasi. Langsung saja tanpa pikir lagi aku ke kantin membeli dua bungkus roti sisir kecil dan satu kaleng minuman kesukaanku, juga Milan. Fruit Tea Fusion.
Aku membayar belanjaanku pada ibu kantin yang biasa kami panggil 'Tante'. Keluarlah uang yang nominalnya paling kecil aku miliki saat itu, lima puluh ribu. Aku letakkan uang itu dengan lemah diatas meja kantin, "Ini Tante" Dalam selang waktu nol koma sekian detik, seseorang juga meletakkan benda yang sama, "Ada tukar uang lima puluh, Tante?", katanya. Aku benar terkejut mendengar suara familiar itu. Sontak roti yang sedang ku pegang terjatuh. Rotinya mengenai gelas plastik yang posisinya di depan Tante. Gelas itu berisi sedotan warna-warni untuk minuman. Dan tentu saja sedotan-sedotannya terserak ke lantai. Semuanya. Aku tidak sadar jika kejadian demi kejadian itu dilihat tidak hanya oleh Tante tapi juga oleh 3 orang adik kelasku dan ada seorang guru disana. Guru Kimia yang killer itu.
"Ha gerogi tu Anggi", kata Milan secara tetiba. Tanpa bisa aku kontrol, ku rasakan pipi bersemu. Terasa panas. Padahal sekuat tenaga aku mencoba untuk tetap 'cool'.
"Ciyeeeeeeee Anggi, kenapa sama Milan? Ada apa?", kata guru Kimiaku menimpali. Sekarang entah semerah apa pipiku kelihatannya.
"Ciyeeeeeeee kak Anggiiii!!!", ejek adik-adik kelasku. Ya Tuhan.. Kenapa aku ceroboh? Kenapa harus di depan mereka? Aku tarik napas dan keluarkan perlahan sekali. Aku hanya tersenyum pada mereka semua lalu barulah memberanikan diri untuk melihat Milan yang berdiri di sisi kananku. Aku mengeluarkan lidah (gaya melet) seolah mengejeknya. Aku pikir ia akan membalas mengejekku. Namun yang dilakukannya adalah menaikkan sebelah alis mata, tersenyum setipis mungkin dan memandangku lewat samping wajahnya. He's face is really adorable. Hari itu, 8 Mei 2009.

 
~ (oleh @captaindaa)

0 comments em “Delapan #9”

Post a Comment