The Butterfly Effect part 3
A D R I A N
Oke, ini benar-benar sulit. Bayangkan, hanya untuk berkenalan saja aku butuh waktu berminggu-minggu. Aku seperti tak diberikan kesempatan apapun bahkan untuk menyebutkan namanya. Buatku yang kesulitan mendekati mahluk yang namanya perempuan, dia membuatku semakin sulit untuk mendekatinya.
Kalau aku memperhatikannya, dia seperti memiliki kepribadian ganda. Terkadang dia tersenyum ramah, di satu waktu dia terlihat judes dan tidak peduli sekitar. Atau bisa jadi orang yang humble lalu, di lain waktu dia benar-benar nampak arogan.
"Halo". Dia menyapaku. Tanpa tendensi apapun. Tersenyum ramah. Dan balasanku cuma senyum kaku. Semenjak itu, aku tahu bahwa perempuan ini memang ramah. Dia menyapaku dengan baiknya meski aku yakin bahwa dia tak tahu aku.
Hingga suatu hari, kami berkenalan secara resmi.
"Pada single kan?? Ayo kenalan dulu dong." Begitu para engineer senior yang mengenalkanku dengannya di satu Minggu siang.
Diulurkannya tangannya yang putih bersih. Sambil tersenyum dia berkata lirih, "Leah.". Dan aku berucap, "Adrian". Lalu, dia tersenyum lebar. Cantik. Tapi, hanya sesaat, karena dalam beberapa menit, dia terpaku pada blackberry nya.
L E A H
Minggu pag, jadwalku bersepeda pagi ke tengah kota. Aku tak tahu bagaimana ceritanya aku bisa end-up ngobrol tentang apapun dengan seseorang yang baru saja aku kenal. Lebih tepatnya dikenalkan.
Posisinya sekarang adalah aku duduk bersebelahan dengan engineer ini. Bercengkrama tentang apapun. Buatku, ini aneh. Sangat aneh. Aku jadi Leah yang lain hari ini. Aku harus segera bangun.
Kuseret kakiku pergi. Kulihat sebersit kecewa di matanya. Dia baik. Tapi entahlah, dia bukan tipeku atau hanya ketakutanku saja didekati lelaki macam dia. Ah, aku terlalu besar kepala. Pria baik dan aman macam dia tak mungkin mau padaku.
Aku kan tipe perempuan yang biasa menjalin hubungan dengan para pria tak aman. Adrian? Sangatt aman!
~ (oleh @WangiMS)
Subscribe to:
Post Comments (Atom)