Warung Bebas

Tuesday, 20 September 2011

#9 Moonlight Sonata




Setelah berhasil mendapatkan petunjuk dari Dewa Ares mengenai keberadaan bunga Rose yang ternyata bukan di lembah naga, aku pun segera menuju ke bukit tempat Kakek Pemain Suling. Sepanjang perjalanan aku terus menatap Puteri Marry dari bola kristalku, kali ini wajahnya mulai tampak jelas. Puteri Marry sangat cantik, cara ia tersenyum dan sifatnya yang ceria membuatku semakin menggilainya. Semoga dia adalah akhir dari perjalananku nanti.

"Apakah perjalanan kita masih jauh, Fantasy?"
"Tidak lama lagi kita sampai, Tuan"
"Kira-kira siapa ya Kakek Pemain Suling itu? Semoga dia bukan jelmaan dewa"
"Ya, semoga saja dia benar-benar manusia biasa, Tuan"

Tak lama setelah melewati beberapa gunung, aku melihat ada sebuah bukit yang sangat indah dan penuh dengan pepohonan yang hijau. Hawa di bukit itu terasa sangat sejuk, anginnya yang berembus serta cahaya matahari yang menyinarinya membuat tempat ini memang layak menjadi tempat tumbuhnya bunga tercantik itu.

"Inikah tempat kakek pemain suling itu?"
"Ya, tuan.. Inilah tempatnya"

Perlahan-lahan Fantasy membawaku turun ke arah bukit hijau itu, aku benar-benar menikmati setiap embusan udara yang membelai wajahku. Aku sempat berpikir apakah surga itu seperti ini? Karena di sini benar-benar sangat indah dan nyaman. Akhirnya aku dan Fantasy mendarat di bukit itu.

"Tempat ini sangat indah, Fantasy"
"Ya, Tuan.. Mirip dengan taman Firdaus milik para dewa"

Aku menatap sekeliling bukit ini, pepohonan tumbuh subur, burung-burungpun bernyanyi dengan sangat riangnya. Tempat ini benar-benar sangat nyaman. Tapi di mana kakek tua itu, kenapa aku tidak melihatnya ada di sekitar bukit ini? Ada dimana dia?

"Apakah kamu melihat Kakek Pemain Suling itu, Fantasy?"
"Tidak, Tuan, tidak ada siapa-siapa di sini"
"Apakah kita berada di tempat yang benar?"
"Ya, Tuan, aku yakin sekali, bukit inilah yang dimaksud Dewa Ares"

Tak lama kemudian, aku melihat seorang laki-laki tua yang berjalan ke arahku dengan langkah yang tertatih dan peluh yang menetes dari wajahnya, sesekali ia menyeka peluh itu dengan tangannya. Apakah dia si Kakek Pemain Suling?

"Fantasy, apakah laki-laki tua itu adalah Kakek Pemain Suling yang dimaksud Dewa Ares?"
"Mungkin saja, Tuan.. kenapa tidak kau hampiri saja dia"
"Hmm.. baiklah."

Aku segera berlari menghampiri laki-laki tua itu.

"Selamat pagi, Tuan." Aku menyapa laki-laki tua itu
"Selamat pagi, Anak Muda.. Apakah ada yang bisa aku bantu?"
"Ya, Tuan.. Aku sedang mencari kakek pemain suling"
"Untuk apa?"
"Aku sedang mencari bunga tercantik di dunia ini, menurut Dewa Ares yang ku temui di lembah naga.. kakek tua pemain suling itu bisa memberiku petunjuk."

Laki-laki tua itu terdiam beberapa saat, dia memandangku dengan wajah yang sangat serius.

"Baiklah, ikuti aku Anak Muda." Ajak kakek itu
"Ke mana?"
"Sudah ikuti saja aku jika kau ingin mendapatkan bunga itu"
"Apakah kamu adalah Kakek Pemain Suling itu?"

Laki-laki tua itu tidak menjawab, dia terus berjalan ke suatu tempat yang ada di bukit ini. Ke manakah dia akan membawaku? Apakah ke tempat bunga Rose itu berada? Semoga saja.

*

"Kita sudah sampai, Anak Muda." Kata laki-laki tua itu
"Tempat apa ini?"
"Inilah tempat bunga Rose berada."

Tempat aku berada sekarang jauh lebih indah dari bukit hijau yang tadi, di tempat ini penuh dengan banyak bunga cantik yang berwarna-warni. Dan di salah satu sudutnya aku melihat ada sekuntum bunga yang berwana merah merekah dan terlihat sangat anggun bercahaya, bunga tercantik diantara seluruh bunga yang ada di dunia ini. itukah bunga Rose?

"Apakah itu bunga Rose, Tuan?" Tanyaku
"Ya, Anak Muda.. itulah Rose, bunga yang selama ini kau cari"
"Benar-benar bunga yang sangat indah."
"Rose adalah bunga tercantik yang ada di semesta ini anak muda, bunga ciptaan para dewa."

Aku tidak bisa berkata apa-apa lagi, kecantikan bunga itu benar-benar membiusku.

"Anak muda, sebelum kamu mengambil bunga itu.. ijinkanlah aku memainkan sulingku untuk istriku"
"Memang dimana istrimu, Tuan?"
"Dia terkubur tepat di bawah bunga Rose itu.. dulu aku sama sepertimu, seorang ksatria yang berjuang demi cinta dan akhirnya aku berhasil mendapatkan bunga Rose itu untuk kupersembahkan kepada wanita yang paling aku cintai di jagat raya ini"
"Jadi, dulu kau pun melawan naga?"
"Ya, sama sepertimu.. Aku juga bertemu Dewi Flora dan Dewa Ares"

Ternyata laki-laki tua ini adalah si Kakek Pemain Suling yang dimaksud oleh Dewa Ares dan siapa yang sangka jika dulu dia juga adalah seorang ksatria, sama seperti aku.

"Boleh aku bertanya sesuatu, Tuan?" Tanyaku
"Ya, silahkan saja."
"Kenapa kamu memainkan suling untuk istrimu? Dan sudah berapa lama istrimu meninggal?"

Kakek itu terdiam sesaat, matanya memandang ke arah makam istrinya.

"Sudah 60 tahun yang lalu istriku meninggal."
"Dan selama itu kau terus memainkan suling untuknya?"
"Ya, aku berjanji padanya jika setiap pagi, saat dia terbangun.. aku akan memainkan lagu yang ia sukai dengan sulingku ini, selamanya."
"Jadi kau melakukan ini setiap hari?"
"Begitulah, aku tinggal di bawah bukit ini.. Setiap hari, pagi-pagi sekali, aku akan datang ke tempat ini dan memainkan suling untuk istriku"
"Sampai kapan kamu akan melakukannya?"
"Seperti janjiku, selamanya.. Sampai Tuhan mencabut nyawaku"
"Baiklah tuan, aku tidak akan bertanya lagi.. Silakan mainkan sulingmu"

Maka kakek itu segera duduk di depan makam istrinya dan memainkan sulingnya. nada-nada yang mengalun dari tiupan sulingnya benar-benar indah dan membuatku bisa merasakan betapa kakek itu sangat mencintai istrinya. Bahkan alunan nada-nada itu seolah membawaku ke masa lalu, semua kenangan yang ada di diri kakek tampak jelas di mataku, hingga tanpa sadar aku menitikkan air mata.

Aku bisa melihat perjuangan kakek itu ketika masih muda, ketika ia mati-matian melawan naga dan hingga akhirnya mendapatkan bunga Rose itu. Aku juga bisa melihat sosok istrinya, ternyata istri kakek itu meninggal tidak lama setelah mereka menikah. Sebelum menikah,  istrinya mengidap suatu penyakit berbahaya yang tidak mungkin bisa disembuhkan tapi kakek tetap menikahinya, karena ia yakin jika wanita itu adalah wanita yang paling dia cintai di dunia ini. Sepanjang sisa umurnya si kakek benar-benar merawat istrinya sepenuh hati.. Setiap pagi ia menyiapkan sup untuk sarapan istrinya dan ia memainkan suling untuk menghibur istrinya. Sampai pada suatu pagi, kakek menemukan istrinya sudah tidak membuka matanya lagi dan ia tetap memegang janjinya hingga saat ini.

*

"Anak Muda, silakan jika kamu ingin mengambil bunga itu.. itu adalah hadiah bagi seorang pejuang cinta" Tiba-tiba kakek itu menyadarkanku dari lamunan.

Dalam hati aku berpikir, pantaskah jika aku mengambil bunga itu? Aku rasa perjuanganku belum ada apa-apanya dibandingkan dengan perjuangan kakek ini, semua perjuanganku adalah berkat bantuan dari banyak orang, aku rasa ini belum saatnya bagiku.

"Biarlah bunga Rose itu tetap di sini, Tuan"
"Kenapa anak muda? Kamu berhak memilikinya"
"Belum saatnya bagiku, aku belum bisa membuktikan diriku sebagai pejuang cinta sejati.. Biarlah bunga ini tetap tumbuh di tempat ini sebagai bukti cinta abadi dari seorang ksatria pemberani sepertimu, Tuan."

Kakek itu menatapku, kemudian dia menangis dan memelukku.

"Terima kasih, Anak Muda.. ketulusanmu membuktikan jika kamu adalah pejuang cinta sejati"

Aku terdiam. Entahlah, aku merasa aku belum pantas memiliki bunga itu. Maafkan aku puteri Marry, aku akan datang padamu dengan tangan hampa.. Semoga kamu mau menerimaku.

Tanpa terasa hari sudah malam, aku pun mengantarkan kakek itu kembali ke rumahnya di bawah bukit, agar ia bisa beristirahat dan kembali esok pagi untuk memenuhi janji pada istrinya.

"Baiklah, Tuan, aku permisi dulu.. Aku akan menemui Puteri Marry untuk menyatakan perasaanku."
"Tunggu dulu anak muda, aku punya sesuatu untuk membalas ketulusanmu"

Kakek itu mengeluarkan sebuah kotak musik kecil dari dalam tasnya.

"Apa ini, Tuan?"
"Itu adalah Moonlight Sonata sebuah kotak musik pengantar rindu, dia akan mengirimkan rindumu pada orang yang kamu cintai."
"Benarkah?"
"Ya, itu adalah hadiah para dewa atas kesetiaanku pada istriku.. Tapi aku rasa kamu lebih memerlukannya saat ini, Anak Muda."
"Terima kasih, Tuan."
"Semoga kamu bisa menemukan cinta sejatimu, percayalah pada hatimu."
"Baik, Tuan, akan aku ingat kata-katamu itu."

Aku pun kemudian pergi menuju ke tempat Puteri Marry, semoga dia benar-benar tujuan akhir hidupku dan semoga dia memiliki teropong ajaib yang selama ini kucari, sebuah teropong yang bernama CINTA.


By night, Love, tie your heart to mine, and the two 
together in their sleep will defeat the darkness 
- Pablo Neruda-



~ (oleh @wira_panda)

0 comments em “#9 Moonlight Sonata”

Post a Comment