... "Maafin aku, Ya.." Aku masih mengemis-ngemis ke Arya.
Begitu masuk rumah, Arya langsung duduk di depan TV dan menonton, tak menghiraukan aku.
Lalu aku duduk di sebelahnya, sambil terus terisak dan masih mengemis-ngemis permohonan maaf.
Arya masih tak menghiraukan aku, sampai hp-ku berbunyi.
Dani's calling.
Aku angkat teleponnya, menjauh dari Arya. Masih sesenggukan, aku menjawab telepon Dani.
"Ya Dan?"
"Lagi dimana, non? Sms gue kok gak dibales?" Ternyata Dani hanya berbasa-basi.
Agak menyesal juga ngangkat teleponnya,"Dan, nanti aku telepon balik yah.. Sorry.. Sorry."
"Eeh eh? Lu nangis yah, Sar? Sar? Lu gak apa-apa?"
"Gak apa-apa, Dan.. Udah dulu yah.."
Aku putuskan sambungan via satelit itu, Arya tiba-tiba sudah berada di belakangku.
Tiba-tiba nyeret tanganku dengan kasar, aku dibawanya ke kamarnya, dibanting ke kasurnya dan #DZIG mukaku ditonjoknya dengan 2 tangan, ditendang juga.
Aku berusaha melindungi diriku sendiri, aku silangkan kedua tanganku dimukaku. Aku memohon ampun sambil terus menangis.
Arya seperti kerasukan setan.
Dia tidak mendengarku menjerit kesakitan. Aku berusaha mengelak, melarikan diri menuju pintu, Arya menjambakku, menarikku lagi kali ini aku dibanting ke kolong ranjangnya.
Darah keluar dari hidungku daritadi, sekarang aku rasakan perih dipelipisku, ada darah juga mengalir di sana.
"Ampuuun, Ya... Ampuuuunnn! Astaga!" Aku hanya mampu berbisik, sudah nggak ada lagi tenaga yang tersisa. Aku berhenti berontak, aku berhenti melindungi diriku, aku capek sekarang aku pasrah.
Arya masih marah, ia masih menendang-nendangku, menjatuhkan semua barang yang ada di atas meja. Sambil berteriak kata-kata kotor, "Anjiiing! Bangs*t!" Teriaknya.
Siapa dia? Aku seperti tak mengenalnya. Bukan Arya pacarku, bukan Arya yang aku kenal 3bulan ini. Bukan Arya yang selalu melindungiku, bukan Arya yang selalu menggenggamku ketika mengantarku dari turun mobil sampai depan pintu rumah.
Siapa dia?
Semakin aku melemah, semakin aku pasrah, Arya pelan-pelan berhenti.
Dia lalu duduk di sampingku, mengangkat kepalaku yang berceceran darah, kepangkuannya. Arya menggenggam erat tanganku, lalu menciumnya. Terasa ada air mata menetas di punggung tanganku.
Aku lemas, aku pusing, aku nggak bisa berbuat apa-apa, aku cuma merasakan hangat peluk Arya, sambil membisikkan maaf.
Aku benar-benar nggak mengenal orang ini. Semenit yang lalu udah kayak gorilla ngamuk yang hutannya kebakaran, sekarang malah kayak ibu Kangguru yang sangat ngelindungin anak dikantongnya. Arya minta maaf, dia bilang dia menyesal, dia memelukku erat sekali.
Dia mengangkatku, lalu merebahkannya di kasur. Lalu dia pergi meninggalkanku sebentar, lalu balik ke kamar dengan sebaskom air dan handuk bersih. Dia mengompresku, mengompres luka-luka pukulannya di wajahku, satu tangannya menggenggamku.
Besok paginya, aku terbangun dengan Arya masih terlelap di sampingku. Kepalaku masih pusing. Tapi sudah ada plester menempel di pelipis kiriku.
"Ya.. Bangun Ya.. Pindah kesini!" Aku menyuruhnya pindah, karena posisi tidurnya dia nggak nyaman sekali. Duduk di lantai, kepala ke ranjang tapinya. Kasian pegal.
"Mau kemana?" Tanya Arya menahanku.
"Ambil minum, Ya.. Haus."
Arya terduduk di sebelahku, "Maafin aku, Sar.. Maaf!"
Aku dipeluknya lagi, hangat. Aku memeluknya balik. Mungkin memang bukan sepenuhnya salah Arya. "Maafin aku juga, Ya!"
~ (oleh @_citz)
Wednesday, 21 September 2011
Subscribe to:
Post Comments (Atom)