Tanah Surga di Ujung Utara Indonesia
Pertama kali aku menginjakan kaki di Pelabuhan MS Lastori, Daruba Morotai sinyal-lah yang aku cek terlebih dahulu, kepergianku kali ini benar-benar berbeda dari biasanya. Rasanya aku ingin selalu mendapat kabar dari si centil (Naya) dan memberikan kabar tentang diriku padanya, sesuatu yang jarang sekali terpikirkan olehku sebelumnya. Aku benar-benar heran sama diriku sekarang ini, seolah-olah aku seperti anak muda yang pertama kali harus berpisah dengan kekasihnya. Mungkin semua karena biasanya Naya sering ikut setiap aku bepergian yang cukup lama, tapi sudahlah aku harus professional dalam bekerja dan aku harus menerima resiko itu. Seperti yang pernah kuceritakan sebelumnya, sudah keinginanku sedari dulu mengerjakan sesuatu untuk bangsa dan tanah airku dan sekaranglah kesempatanku untuk mewujudkan itu. Berawal dari Tony teman kerjaku yang sekarang juga berangkat bersamaku mengabarkan pekerjaan ini kepadaku minggu lalu, sebuah pekerjaan dari Kementrian Kebudayaan dan Pariwisata yang menugaskan kami mengorek sebanyak-banyaknya seluruh aspek budaya, sejarah, kesenian masyarakat Kepulauan Morotai. Semua terkait rencana pemerintah mempersiapkan promosi Sail Morotai 2011dan aku sangat antusias untuk itu, mengapa? Karena berarti pekerjaanku disini jalan jalan dan menjelajah. hehehe.(Padahal emang itu kerjaanku selama ini).
"Hallo Sayang, aku udah di Morotai nih. Sumpah di tempat bagus banget Nay", Kataku kepada Naya melalui telepon.
"Wah Sayanggggg. Iya hadeuhh iriii. Hihihihi. Tapi gak deh aku lebih seneng ngurus rumah sama Jerami, ih kok aku juga jadi seneng ya lama-lama di Jerami. Tapi kita sewaktu-waktu harus ke Morotai lagi ya len.", Cerocos Naya seperti biasanya.
"Iya siap komandan. Hehehe. Eh kamu jadi ikutan seneng ke Jerami? Baguslah, jadi Jerami ada yang ngontrol selain Ahmad. Nay maaf ya aku harus pergi ditengah-tengah kebahagaiaan kita ngurus rumah. Hehehe."
"Gak apa-apa sayang, kalo kamu gak pergi nanti kita makan apa. Hihihihi", Sahut Naya ringan.
"Ih dia malah bercanda, huhh",
"Iya sayang kan emang kerjaan kamu, aku akan selalu mendukung dan tidak akan pernah keberatan. Lagian Cuma dua minggu ini, iya kan?", Tanya Naya.
"Hmm.. mudah-mudahan, hehehe. Yaudah nanti aku kabarin lagi ya, gak enak telepon ditengah-tengah orang banyak gini. Mungkin besok-besok bakalan susah sinyal nih soalnya aku bakalan masuk-masuk ke pedalaman. Hehehe.", Ucapku kembali.
"Oke sayang, semangat ya, ati-ati! Jangan lupa sering-sering minum vitamin dan kalo bisa minta suntik malaria di Rumah Sakit disana ya Len. Muuuahhhh", Sahut Naya.
"Oke sayang terima kasih buat support dan kebawelannya. Hihihihi.. Muuuaaaahhh.", Jawabku.
"Daghhhh.. Oiya salam buat Leo ya Len, tanyai rambutnya udah lurus belum?hehehe"
"Oke nanti aku sampein ke Leo. Daghhh"
Tetapi aku berpesan bagi semuanya yang punya uang sedikit lebih cobalah berwisata ketempat ini (Morotai), aku jamin kalian akan melihat surga yang nyata. Morotai benar-benar sebuah untaian mutiara di wilayah paling Utara Nusantara ini. Letaknya yang berbatasan langsung dengan Samudera Pasifik di sebelah Utara, Laut Halmahera di sebelah Timur, Selat Morotai di sebelah Selatan dan Laut Sulawesi di sebelah Barat Morotai membentang dengan luas 474,94 kilometer persegi atau secara prosentase hanya 10% luas tetangga terdekatnya, Kabupaten Maluku Utara. Morotai memiliki segalanya untuk menjadi surge dunia pariwisata alamnya yang eksotis, laut dan wisata baharinya yang luar biasa, kebudayaan lokalnya yang luhur serta masa lalunya yang banyak menceritakan kepingan-kepingan Perang Dunia II. Decak kagumku tak henti-hentinya melihat lautnya yang bening dan langitnya yang memancarkan warna warni memesona.
"MOROTAIIIIII", Seketika aku berteriak lepas yang pastinya membuat bukan hanya kawanku tetapi orang lain disekitarku melonjak kaget. Hahahaha.
"Astaga.. kenapa kau Len??", Tanya Leo dengan muka yang heran.
Leo adalah temanku yang aku kenal dari 2 tahun lalu ketika kita sama-sama melakukan riset sejarah mengenai petani tembakau di Temanggung. Alexio Junior Baobalabuana nama aslinya, ia berasal dari Maumere Nusa Tenggara Timur namun sekarang ini ia tinggal bersama anak dan istrinya di Bandung. Leo tinggal di Bandung karena dahulu ia kuliah di jurusan sejarah Universitas Padjajaran dan kebetulan mendapatkan jodoh mojang Bandung.
"Hahahaha.Gak apa-apa Le, aku Cuma heran aja apa yang lagi dirasain Tuhan ya waktu buat nih tempat, benar-benar bikin mangap", Ujarku.
"Ah kau ini benar-benar gokil Len, masa kau teriak ditengah-tengah orang banyak gini.. hahaha", Sahut Leo sembari terkekeh.
"Kita kemana nih Le, dijemput kan ya sama orang sini?", Tanyaku.
"Ia katanya ada orang dari Pemda sini yang bakalan nemenin kita muter-muter untuk dua minggu kedepannya, tapi aku juga gak tau orangnya yang mana. Aku cuma dikasih nomor teleponnya doang, namanya tau siapa. hahaha", Sahut Leo.
"Yaudah Telepon deh Le, biar kita bisa istirahat. Eh ini kita jadwal ke Hotel dulu kan?", Tanyaku.
"Iya aku mintanya gitu len ke meraka, trus kita ketemu merekanya besok aja pagi-pagi", Jawab Leo.
"Okelah", Kataku singkat.
"Oiya tadi dapet salam dari Naya le, kata dia rambutmu udah lurus belum? Hahaha"
"Ah sial Naya, suruh dia rebondingin rambutku baru bisa lurus. Hahaha", Candanya.
Perjalanan ke Morotai yang melelahkan langsung tergantikan dengan pemandangan yang tervisualkan oleh mata disini. Ada beberapa alternative untuk mencapai "surga" ini, tetapi perjalanan yang kami tempuh merupakan jalur yang tercepat dan termudah yang bisa dicapai dari Jakarta. Kemarin lusa aku dan Leo flight dari Jakarta menuju Manado, mengapa Manado? Karena hanya dari Ternate dan Manadolah yang memiliki trayek penerbangan menuju Bandar Gamar Malamo di Galela, dari Galela kita harus menempuh perjalanan darat ke Tobelo, Halmahera Utara, dan mengapa ke Tobelo? Karena dari Tobelolah kita bisa menuju Morotai lewat laut. Sebenarnya dari Ternate menuju Tobelo bisa ditempuh melalui jalan darat saja, akan tetapi waktu yang diperlukan sekitar 5 jam, dan kami tidak memiliki cukup waktu untuk itu walaupun sebenarnya aku dan Leo lebih menyukai jika jalur itu yang bisa kami pilih. Hehehe. Penerbangan peswat dari Manado ke Galela hanya ada pada hari selasa, kamis dan sabtu, dengan begini jadilah kemarin kami singgah di Manado satu malam menunggu penerbangan esok hari. Pesawat yang digunakan adalah pesawat kecil jenis Dornier 328 berkapasitas 30an orang, setelah tiba di Galela kami menempuh perjalanan darat ke Tobelo untuk kemudian menaiki speed ojek yang berkapasitas 10 orang. Sebenarnya tersedia juga kapal ferry untuk menyebrang ke Morotai namun jadwalnya hanya seminggu sekali dan pasti memakan waktu yang cukup lama, sedangkan menggunakan Speed ojek kita tidak akan terbentur oleh jadwal karena pemberangkatan tersedia setiap waktu hanya saja memang jauh lebih mahal jika kita menggunakan ferry. Bisa dibayangkan bukan betapa jauh dan melelahkannya perjalanan kami, tapi seperti yang sudah aku katakana sebelumnya bahwa semuanya sirna dengan apa yang kita lihat disini.
"Len, itu tuh orangnya, Namanya John. Ayok kita samperin", Kata Leo membuyarkan lamunanku.
"Oh itu, kok mirip ma kamu Le, hahaha", Sahutku sambil bercanda.
"Hahahaha. Sial kau Len, tapi iya juga sih ya", Jawab Leo sembari bercanda juga.
Tetapi benar-benar mirip wajah antara temanku Leo dan John ini. Hahaha.
Oke mungkin sampai sini dulu deh ya cerita singkatku tentang Morotai, besok-besok aku akan ceritakan kembali sedikit tentang apa yang akan aku jumpai disini. =)
Tanah Surga di Utara Indonesia
Nalendra Jaleswara
~ (oleh @sthirapradipta)
~ (oleh @sthirapradipta)