"Lo gak minum Run?" tanya Abi.
"Nih", ujarku sambil mengangkat gelas orange juice.
"Ah lo sih dari dulu gak doyan bir, sukanya susu coklat" ia terkekeh.
Aku mengunyah kentang goreng, menghindari percakapan personal di tengah keramaian.
"Kita pada mau ke X2 Run, ikut ya!".
"Ah gila lo, besok baru Rabu".
"Ahahaha, gak papa sekali-kali dugem di tengah minggu".
"Nggak deh, gw skip dulu" kutolak ajakan Agnes.
Aku bergegas.
"Have fun ya guys, besok harus masuk semua. Jangan ada yang ngantuk,ngantuk gw cubit pake printer nanti".
Mereka kompak mengiyakan.
Aku turun dan menuju pintu selatan, security mal membukakan pintu taksi yang segera melesat membelah macet Jakarta yang tak kenal waktu, di pukul 10 malam sekalipun.
Kubuka laptop di tengah perjalanan, membuka beberapa email dan membalas pertanyaan editor yang terus-terusan menagih naskah. Tak puas lewat BBM, ia menulis panjang lebar di badan email lengkap dengan penjabaran berbagai hal. "Iya,editor cerewwwwweeeet", kubalas pesannya lewat BBM. Tak ada reply sampai setengah jam kemudian. Sampai kemudian nama lain muncul. Rengga.
"Sedang apa?"
"Masih di jalan".
"Kutemenin yah, kutelepon".
"Silakan".
Semenit kemudian aku sibuk bicara dengan sosok dari kejauhan. Suaranya bagus, pernah menjadi penyanyi kafe ternyata. Anak kedua dari tiga bersaudara. Bekerja part time menjadi guru bahasa Inggris. Berumur 25 tahun dan humoris. Kuakhiri teleponnya setelah lima belas menit kemudian. Kurang menarik.
***
Rabu, Kamis, Jumat. Hari melesat bak roket. Waktu sebanyak 24 jam selalu kurang. Berjalan terlalu datar, akan kembali ke minggu berikutnya juga akan sama datarnya.
"Lo itu harus punya pacar Run, paling nggak kecengan gitu", Agnes mulai ceramah.
"Emang kenapa sih, kesannya idup gw kesepian banget".
"Ya nggak, tapi paling nggak lo punya orang yang bisa dijadiin semangat tiap harinya".
"Iya ntar gw cari".
"Yakin lo mau cari? Bukannya ada banyak, tapi lo-nya aja banyak maunya".
"Au ah Nes", jawabku cuek sambil mengulik bahan presentasi untuk Senin.
Rengga menelepon.
Seminggu ini walaupun jarang kubalas, ia rajin menanyakan kabar. Mengingatkan solat, makan, hati-hati di jalan atau bahkan menjadi yang paling pagi membangunkan. Aku risih, jawaban kubalas atas dasar basa-basi.
"Lo tuh sibuk ya kalo Sabtu-Minggu?". Sebuah pesan kuterima di Sabtu pagi. Di Lido ketika akan memulai kelas menulis seperti biasa. Kubaca, kemudian close. Beberapa jam lagi nanti akan kubalas.
Pak Jandri datang bersama seorang laki-laki botak, berwajah ramah dan sedikit 'ndut'. Ini dia rupanya murid baru di kelasku. Kami bersalaman. Kusebut namaku. Ia terkesiap. Pun aku, ia bernama Rengga Julian. Sepanjang kelas, ia antusias belajar. Aku senang menatap matanya, mata yang sama waktu malam api unggun itu. Kerlipnya tak juga memudar, siang sekalipun.
Pukul satu siang diskusi tentang menulis selesai, aku off untuk jadwal selanjutnya. Konseling dilanjutkan oleh orang lain. Kubereskan beberapa kertas yang berceceran di meja, memungut pulpen yang jatuh tepat di bawah kaki sampai kemudian,.. "Jadi kita ketemu di sini Runny Anandita Senja?".
~ (oleh @IedaTeddy)
Wednesday, 21 September 2011
Subscribe to:
Post Comments (Atom)