The Butterfly Effect part 4
L E A H
"Le, cowok itu dibedain jadi 2. Cowok aman dan gak aman." Kak Lila tiba-tiba datang dari kantor dan menyodorkan segelas cold Hazelnut kepunyaan starbucks kesukaanku.
Aku sedang bergelung di sofa kesayanganku di kamarku.
"Adrian?" Aku menyebutkan satu nama pada Kak Lila.
"Aman. Banget.". Kak Lila bener-bener mantap ketika menjawab pertanyaanku.
"So? Yes or no?" Aku iseng bertanya pada Kak Lila. Benar-benar iseng. Kak Lila tersenyum simpul.
"Kamu sendiri gimana,Le?"
"Biasa aja. Cuman dikenalin aja. Belum tentu juga ada apa-apa. Cuma. Sekedar. Dikenalin." Aku menjelaskan dengan penekanan pada masing-masing kata.
"Kok gitu, dek?"
"Justru karena dia cowok aman, makanya gak mungkin banget dia maju duluan. Pasti dia bakal mikir beribu kali. Deketin. Nggak. Deketin. Nggak. Deketin. Nggak". Aku dan Kak Lila berbagi suara tawa. Ini benar-benar lucu.
"Kalo cowok gak aman kak?" Aku bertanya setelah ledakan tawa kami reda.
"Gak aman? Eehhmm.. Yang bisa diajak fun tapi gak bisa diajak serius. Maen-maen aja doang." Penjelasan Kak Lila benar-benar menohok.
A D R I A N
"Deketin. Enggak. Deketin. Enggak. Deketin.." Yaelah, kenapa aku jadi labil begini sih? Tiap kali aku memikirkan Leah, berkecamuk banyak hal dalam otakku. Ada perasaan on off begitu. Apabila mengingat kepribadian gandanya. Di satu sisi, dia bisa jadi ramah. Di lain waktu, dia adalah sosok paling arogan yang pernah aku tahu.
"Gimana? Udah kenalan ama Leah?" Satu waktu Ferdi bertanya ketika kami dalam meeting kantor. Aku mengangguk, "Udah."
"Asik kan orangnya? Enak diajak ngobrol." Aku setuju dengan statement Ferdi yang satu ini
~ (oleh @WangiMS)
Subscribe to:
Post Comments (Atom)