Gordon's Bakery terlihat ramai seperti biasanya. Pelanggan berdiri di depan rak-rak tempat berbagai macam roti diletakkan. Beberapa pelanggan dengan sabar mengantri di depan kasir.
Pintu tiba-tiba terbuka. Dua orang laki-laki berpakaian hitam masuk ke dalam, menarik perhatian seluruh orang, termasuk istri sang tukang roti yang berdiri di belakang meja kasir.
Seorang wanita menyusul kedua laki-laki tersebut. Wanita itu dengan sengaja mengitari satu per satu rak roti di dalam toko sebelum berdiri di depan kasir setelah melirik sebentar pelanggan yang sedang membayar.
"Maaf, mohon antri seperti yang lainnya," kata Nyonya Elise dengan tenang.
"Kamu tahu aku ke sini tidak untuk membeli roti," kata wanita itu.
"Kalau begitu, aku rasa anda salah masuk toko sebab ini toko roti." Suara Florence yang menggema membuat perhatian seisi toko kembali pada arah pintu.
Di sana Florence berdiri bersama David dan Gloria.
Wanita itu melihat Florence sebentar dan langsung memalingkan wajahnya dari gadis itu, membuat muka Florence menggembung karena marah.
"Kata anak itu benar. Ini toko roti. Kalau yang anda mau bukan roti, aku rasa anda salah tempat," kata Nyonya Elise.
"Kamu sendiri tahu apa tujuanku ke sini. Kamu memilih untuk menghindariku dengan tidak menghadiri pesta kemarin. Aku lega. Tetapi apa maksudmu membiarkan anakmu itu mewakilimu?!"
Kalimat terakhirnya bukan suatu pertanyaan melainkan sebuat pernyataan untuk menyalahkan dan meminta pertanggungjawaban.
"Maaf." Tuan Gordon yang muncul dari ruang pembuatan roti di belakang toko mendorong pintu kecil di samping kasir hingga pintu itu menyenggol tangan si wanita yang mencari gara-gara. Baki di tangannya, yang penuh dengan roti yang baru dipanggang, sengaja tidak diangkat tinggi, hingga wanita itu terpaksa harus sedikit menjauh.
"Aku tidak mengerti. Kalau menurutmu, anakku pergi sebagai perwakilan itu salah. Bagaimana denganmu? Bukankah kamu melakukan hal yang sama juga?" tanya Gordon sambil meletakkan roti di atas rak.
Pandangan seluruh orang berputar pada wanita yang terdiam itu.
"Oh, iya. Anda melakukan hal yang sama. Jadi tampaknya Anda kurang berhak memberi komentar-komentar tadi," ujar Florence. "Mengapa Anda tidak berpikir dulu sebelum bertindak?" lanjutnya dengan nada meledek.
Wanita itu menatap Florence dengan pandangan marah. Florence hanya membalas dengan senyuman manis.
Saat Florence akan melanjutkan sesi penyerangannya, pintu terbuka lagi. Ethan berdiri di ambang pintu. Raut wajahnya berubah kesal saat melihat wanita yang berdiri di tengah toko itu.
"Maaf, Paman Gordon," kata Ethan seraya menarik wanita itu keluar toko.
"Dia siapa?" bisik David pada Florence begitu pintu ditutup.
"Ibunya Ethan. Wanita judes. Tidak berperasaan. Sok kaya." Florence memperkenalkan wanita yang baru keluar itu.
"Florence. Kamu seharusnya tidak mengatakan kata-kata tadi. Kelewatan," kata Gloria.
"Good job, Florence!" sahut Tuan Gordon yang mendekat sambil mengacung jempolnya.
"Terima kasih, Paman Gordon!" jawab Florence dengan senyuman senang.
Gloria mendecak lidah. "Dad!"
"Tenang, Gloria. Dia tidak berani berbuat apa-apa padaku. Papa Alexku investor penting perusahaannya," kata Florence sambil mengedipkan mata.
Tampaknya liburanku di sini tidak bisa mulus, batin David dalam hati.
~ (oleh oleh : @lid_yang)