Warung Bebas

Sunday, 18 September 2011

Salahku Sahabatku: #5

"Kamu nggak akan pernah merasa kehilangan kalau kamu nggak pernah merasa memiliki."

Begitu ujar salah satu sahabatku. Waktu itu aku merasa tidak terima dengan statement temanku ini. Aku tidak pernah merasa memiliki kamu, sama sekali tidak pernah. Tapi detik ini, ketika waktu telah mulai menyembuhkan sakit yang kamu buat, aku rasa aku baru bisa mengakuinya. Ya, dulu aku sempat merasa memiliki kamu, atau mungkin kita merasa saling memiliki.

Ratusan hari aku telah habiskan hanya untuk menerka perasaanmu kepadaku. Puluhan Sabtu malam pernah kita habiskan bersama. Puluhan Sabtu malam itu juga aku mempertanyakan, "Apa yang sebenarnya ada di antara kita?". Dan puluhan Sabtu malam itu juga aku tak pernah mendapatkan satu clue untuk jawaban dari pertanyaanku itu.

***
Suatu hari di awal perkenalan kita.

"Kamu itu tipeku banget, asyik diajak ngobrol, bisa di bawa kemana aja, pasti nyambung sama teman-temanku," katamu waktu itu ketika kita sedang menyantap sate bersama.

Aku tetap asyik dengan sateku, nggak mau ambil pusing dengan joke seperti itu.

"Tapi sayang, kamu sudah punya pacar. Gimana kalau kamu putusin aja pacar kamu yang di mana itu," lanjutmu ketika mengetahui aku tak meresponmu.

"Enak aja. Susah-susah jaga hubungan dua tahun cuma buat diputusin gara-gara kamu? You wish!" kataku menanggapi candaanmu.

Iya, aku waktu itu menganggap kamu bercanda dan sepertinya memang begitu. Dan iya juga, waktu aku memang punya pacar. Hubungan jarak jauh. Dia di Australia dan aku di sini. Dan waktu itu, aku masih belum merasakan ada getaran apapun di antara kita.

Dan ketika perasaan itu ada, aku selalu mempertanyakan, "Kalau aku tidak punya pacar waktu itu apakah kamu akan menjadikanku perempuanmu?"

***
Lalu di suatu hari ketika kamu telah bersama perempuanmu dan aku masih sakit hati karena kamu.

"Kamu sih dari dulu nolak aku, makanya aku sekarang memilih sama perempuan yang mau menerima aku."

***

Apakah itu pertanda darimu? Apakah itu hanyalah hal tak berarti bagimu yang aku anggap sebagai pertanda? Entahlah. Tapi, bukankah takdir kini telah mengarahkan kita pada jalan masing-masing. Lalu yang aku lakukan kali ini tinggalah mengenangmu. Membuka catatan lama lalu mengatakan pada dunia. Bahwa kamu pernah ada.






- (oleh @prdnk)

0 comments em “Salahku Sahabatku: #5”

Post a Comment