Namanya Nikolas.
Mahluk indah pertama yang tertangkap oleh mataku sewaktu masuk di kelas bimbel di tempat tante Ola.
Peserta di kelas bimbel kami hanya berjumlah 20 orang, namun tidak semuanya saling kenal, bahkan saling menyapa pun tidak. Terkadang hanya beberapa orang yang terlihat menyapa atau sekedar meminjam pensil atau penghapus. Tapi hanya sebatas itu, selanjutnya masing-masing dari kami pun tenggelam dalam padatnya jadwal bimbel ini. Maklum, paket belajar yang kami ikuti adalah paket campuran, IPA-IPS, jadi setiap peserta harus memiliki ekstra konsentrasi di kelas.
Awalnya aku pun begitu, sampai tiba-tiba Nikolas mulai mencuri perhatianku.
Rasa penasaranku pada Nikolas sampai-sampai membuatku mencari datanya di buku administrasi. Iseng-iseng aku mencari tahu, dari sekolah mana, kelahiran tahun berapa, sampai Universitas yang menjadi target dia nanti.
"Pat, namanya Nikolas. Tadi aku ngintip di buku absent kelas. Terus...tau ngga? Aku ketemu buku administrasi juga.. Hahaha.. Iseng banget banget ya aku..?"
Sebagai keponakan pastinya aku punya akses lebih untuk bisa membuka data siswa di tempat bimbel ini. Aku tersenyum nakal.
Sebagai keponakan pastinya aku punya akses lebih untuk bisa membuka data siswa di tempat bimbel ini. Aku tersenyum nakal.
"Hah? Kamu tuh yang bener aja Yol. Sampe liat bukunya admin segala? Tapi ngomong-ngomong dapet data apa aja?" Patty menyeringai lebar.
"Halah, kamu tuh Pat..gayanya...kamu penasaran juga kan? Huu..., bibirku sedikit maju meledek Patty"
"Lha wong cowo pinter dan baik hati begitu, siapa yang ngga penasaran?"
"Pat, dia cuma meminjamkan kamu penghapus, apanya yang baik hati?"
"E..e..eeh, sebuah penghapus juga bermakna loh Yol, kalo yang minjemin itu Nikolas"
"Halah Pat..."
Pembicaraan pertama aku dan Patty di kamar tentang Nikolas.
Nikolas menguasai hampir semua mata pelajaran dan selalu menjadi yang terbaik di kelas. Satu hal, kecuali bahasa Inggris.
Aku tersenyum mengenang kejadian di depan papan nilai.
Nikolas menguasai hampir semua mata pelajaran dan selalu menjadi yang terbaik di kelas. Satu hal, kecuali bahasa Inggris.
Aku tersenyum mengenang kejadian di depan papan nilai.
"Ok Class, keep the good work. I can't wait for the next exam. All of you can see the score on the board. Have a good day all. Bye"
"Bye Ms. Carla"
Ms. Carla, guru bimbel mata pelajaran bahasa Inggris pun meninggalkan ruangan. Kami semua langsung mengikutinya menuju pintu keluar dan bergegas menuju papan nilai di lantai 2.
"Wah Pat, kamu nilainya 99 loh. Hebat!"
Aku menepuk bahu Patty. Nilai ujian Patty untuk kuis bahasa Inggris ternyata yang tertinggi.
Patty memang pandai dalam bahasa Inggris. Tidak heran, papanya orang Jerman asli yang menetap di Solo sampai sekarang. Percakapan di rumah yang selalu menggunakan bahasa Inggris membuat kemampuan Patty baik oral dan written tidak perlu diragukan lagi. Dari semua pelajaran, bahasa Inggris nya memang paling menonjol. Sepertinya itu satu-satunya keahlian dia dari Tuhan. Aku tersenyum.
"Nilaimu tuh cuma kalah satu score dari aku Yol.. jangan berlebihan deh..."
"Bye Ms. Carla"
Ms. Carla, guru bimbel mata pelajaran bahasa Inggris pun meninggalkan ruangan. Kami semua langsung mengikutinya menuju pintu keluar dan bergegas menuju papan nilai di lantai 2.
"Wah Pat, kamu nilainya 99 loh. Hebat!"
Aku menepuk bahu Patty. Nilai ujian Patty untuk kuis bahasa Inggris ternyata yang tertinggi.
Patty memang pandai dalam bahasa Inggris. Tidak heran, papanya orang Jerman asli yang menetap di Solo sampai sekarang. Percakapan di rumah yang selalu menggunakan bahasa Inggris membuat kemampuan Patty baik oral dan written tidak perlu diragukan lagi. Dari semua pelajaran, bahasa Inggris nya memang paling menonjol. Sepertinya itu satu-satunya keahlian dia dari Tuhan. Aku tersenyum.
"Nilaimu tuh cuma kalah satu score dari aku Yol.. jangan berlebihan deh..."
"Hahaha.. tapi kan tetap saja Patty, you're the best!"
"Oh..of course dear..of course.. You have to bite my score for the next. Ok!" Dengan gaya nya yang pura-pura sombong.
"I will!" aku mengangkat dagu dan memberikan senyuman menggoda. Dan kami pun tertawa.
"Yol, aku ke toilet dulu ya, ini sudah ngga tahan.."
"Iya, cepet sana. Aku tunggu di sini ya.."
Patty pun bergegas pergi.
"Wah, kamu hebat ya, dapat score 98. Selamat ya."
"Wah, kamu hebat ya, dapat score 98. Selamat ya."
Tiba-tiba aku dengan cepat memalingkan wajah pada laki-laki yang sekarang sedang berdiri tepat di sebelah kananku. Dia tidak begitu tinggi, mungkin sedikit lebih tinggi beberapa senti dariku, sehingga aku bisa melihat jelas setiap sudut dari wajahnya. Rambut pendeknya yang ikal terlihat sempurna berpadu dengan bola mata yang berwarna coklat tua dan kulit yang terlihat seperti biskuit coklat, sangat manis. Aku tertawa kecil dalam hati. Kok seperti biskuit ya?
Sentuhan kacamata di wajahnya membuat dia tampil sempurna.
Sentuhan kacamata di wajahnya membuat dia tampil sempurna.
"Terima kasih ya. ...
Nilaimu juga bagus. Nih, nilainya 85." Jariku menunjuk tepat di angka 85 di sebelah nama Nikolas Budiman.
Nilaimu juga bagus. Nih, nilainya 85." Jariku menunjuk tepat di angka 85 di sebelah nama Nikolas Budiman.
Aku hanya bisa menatapnya dan dalam hitungan detik ketiga, cring! Aku tersenyum, dan sedikit terlambat baru kusadari bahwa senyumku terlalu lebar dan menggantung.
"Nik, udah yuk pulang, gw mau basket nih, nanti kesorean lagi.."
Pembicaraan kami terhenti karena tiba-tiba Tasya hadir.
Tasya adalah teman akrab Nikolas selama di kelas. Teman seperti apa, aku juga sebenarnya tidak mengetahui dengan jelas. Mereka terlihat sangat akrab. Pagi-pagi selalu datang bersama, bahkan telat pun bersama. Pulang bimbel pun mereka bersama. Terkadang mereka saling bergantian membawa kendaraan.
Oiya, selain pergaulan anak Jakarta yang menurutku sangat berani, aku juga kagum dengan mereka. Mereka hebat sekali, masih muda sudah bisa mendapat kepercayaan dari orang tua untuk bisa membawa mobil ke sekolah, bimbel atau sekedar nongkrong tadi, sedangkan aku dan teman-temanku di sekolah, paling kami cuma membawa motor atau sepeda seperti kendaraan sehari-hari. Orang tua aku dan Patty di Solo tidak mempercayakan kami untuk membawa mobil.
Pembicaraan kami terhenti karena tiba-tiba Tasya hadir.
Tasya adalah teman akrab Nikolas selama di kelas. Teman seperti apa, aku juga sebenarnya tidak mengetahui dengan jelas. Mereka terlihat sangat akrab. Pagi-pagi selalu datang bersama, bahkan telat pun bersama. Pulang bimbel pun mereka bersama. Terkadang mereka saling bergantian membawa kendaraan.
Oiya, selain pergaulan anak Jakarta yang menurutku sangat berani, aku juga kagum dengan mereka. Mereka hebat sekali, masih muda sudah bisa mendapat kepercayaan dari orang tua untuk bisa membawa mobil ke sekolah, bimbel atau sekedar nongkrong tadi, sedangkan aku dan teman-temanku di sekolah, paling kami cuma membawa motor atau sepeda seperti kendaraan sehari-hari. Orang tua aku dan Patty di Solo tidak mempercayakan kami untuk membawa mobil.
"Duluan ya.." ucap Nikolas dengan pelan
"Iya" aku menganggukkan kepala dan bahu Nikolas pun perlahan menghilang menyusul Tasya.
Aku sungguh tidak percaya, Nikolas menyapaku.
Ya, Nikolas.
Inilah moment pertama kali aku dengan Nikolas yang menjadi awal 'rencana pendekatan' yang aku dan Patty rancang..
Aku sungguh tidak percaya, Nikolas menyapaku.
Ya, Nikolas.
Inilah moment pertama kali aku dengan Nikolas yang menjadi awal 'rencana pendekatan' yang aku dan Patty rancang..
____
Sore ini indah sekali rasanya. Aku berdiri menatap langit.
Hmm.. 16.45 menuju pukul 17.15 selalu menjadi waktu terbaik menurutku untuk menatap langit sore. Sangat teduh. Angin berhembus dengan lembut, rasanya nikmat sekali. Patty sedang tertidur. Sepertinya dia lelah sekali setelah seharian tadi kami ujian 3 mata pelajaran sekaligus. Kuis yang melelahkan.
Aku baru saja terbangun dari tidur siangku dan sekarang sedang menikmati sore dengan segelas teh manis hangat.
Hmm.. 16.45 menuju pukul 17.15 selalu menjadi waktu terbaik menurutku untuk menatap langit sore. Sangat teduh. Angin berhembus dengan lembut, rasanya nikmat sekali. Patty sedang tertidur. Sepertinya dia lelah sekali setelah seharian tadi kami ujian 3 mata pelajaran sekaligus. Kuis yang melelahkan.
Aku baru saja terbangun dari tidur siangku dan sekarang sedang menikmati sore dengan segelas teh manis hangat.
Jakarta membuatku tersenyum.
Apa jadinya ya kalau aku menolak tawaran ayah untuk datang ke Jakarta kala itu? Mungkin aku tidak akan bertemu Nikolas.
Aku teringat kejadian kala itu.
"Sudahlah, kamu ikuti saja saran tante Ola. Daripada di daerah seperti, lagi pula tempat bimbel yang bagus kan tempatnya memang di Jakarta."
"Di sini juga banyak kok ayah.. Kenapa harus ke Jakarta?"
"Sudah. Pergi saja ikut tante Ola. Lagipula bimbel nya kan gratis. Kamu juga bisa punya teman baru dan lihat kota besar itu seperti apa."
"Tapi nanti aku tinggal di mana ayah?"
"Di rumah tante dong"
Haduh...aku mulai mulas. Aku belum pernah ke kota Jakarta. Seperti apa itu Jakarta.. Seumur-umur aku tidak pernah keluar dari Solo ini. Mataku menatap lidah mertua yang merekah itu di balik kaca jendela. Apakah mengerikan? Banyak kejahatan? Perkosaan? Yang seperti di televisi itu loh... Haduh..
Oh...tidak! Aku menepuk jidatku segera. Yol! Sadar, waras hei waras!
Senyum kecil pun membuatku tersipu.
"Lalu, kapan berangkat?" tanyaku
Haduh...aku mulai mulas. Aku belum pernah ke kota Jakarta. Seperti apa itu Jakarta.. Seumur-umur aku tidak pernah keluar dari Solo ini. Mataku menatap lidah mertua yang merekah itu di balik kaca jendela. Apakah mengerikan? Banyak kejahatan? Perkosaan? Yang seperti di televisi itu loh... Haduh..
Oh...tidak! Aku menepuk jidatku segera. Yol! Sadar, waras hei waras!
Senyum kecil pun membuatku tersipu.
"Lalu, kapan berangkat?" tanyaku
"Besok saja, lagipula kamu juga ngga ada kegiatan kan sekarang? Lebih cepat ya lebih baik"
Persiapan yang bahkan tidak bisa dikatakan sebagai persiapan mungkin, karena pembicaraan dengan ayah yang dilakukan malam ini langsung dilanjutkan dengan kepergianku lusanya menuju Jakarta.
Tidak ada gambaran, tidak ada cita-cita.
Tidak ada gambaran, tidak ada cita-cita.
Namun sekarang?
Tidak terasa 1 bulan sudah aku di Jakarta. Rasanya sudah seperti 1 tahun. Setiap hari belajar, setiap hari kuis di kelas. Sedikit menjemukan awalnya, namun sekarang ada Nikolas yang mulai mencuri perhatianku.
Tidak terasa 1 bulan sudah aku di Jakarta. Rasanya sudah seperti 1 tahun. Setiap hari belajar, setiap hari kuis di kelas. Sedikit menjemukan awalnya, namun sekarang ada Nikolas yang mulai mencuri perhatianku.
~ (oleh @kakakPur)