Shafa
"Aku rindu..." Kataku dengan isak tangis di kamar mandi dengan sedu-sedu. Ku rasakan airmata juga membasahi hape yang ku tempelkan ke telinga. Suara bising terdengar lebih jelas dari suara pria yang sedang ku ajak bicara. Dia, seseorang-yang-gak-boleh-disebut-namanya".
"Aku lagi di jalan Shafa, nanti aku telpon balik" serunya dengan suara yang keras dan terdengar agak kasar di telingaku.. Tangisku makin sedu. Rindu sudah kelewat terlalu di hatiku, tapi tidak di hatinya. Aku enggan mematikan telpon ku.
"Aku mau ketemu, sekarang"
"Apa? Aku gak denger"
Dengan melantangkan suara ku, aku mengulang kalimat ku "Aku mau bertemu, sekarang!"
Ada erangan dari mulutnya, "Kamu belum berubah..masih sama kaya dulu. Coba kamu liat, jam berapa sekarang?" tanyanya. Kini sudah tidak terdengar lagi suara bising.
"Rindu ku sudah gak bisa menunggu lagi, penawarnya cuma kamu, bertemu kamu..." isakku makin keras. Aku jatuh bersender di tembok berubin kuning kamar mandi. Celana pendek ku basah terkena basah lantai kamar mandi. Ia diam. "Kenapa rindu tidak melewati hatimu? Kenapa rindu cuma tinggal di hatiku saja, kenapa?!" nada suara ku naik.
Nafas nya terdengar panjang. "Hhhh...oke. Kamu dimana? Aku jemput kamu sekarang juga" terdengar gerungan suara gas motor yang baru saja dinyalakan kembali. Tangisku reda.
Seseorang-yang-gak-boleh-disebut-namanya
Aku sudah sampai di depan rumah sahabat mantan kekasihku, ketika ku lihat ia sudah menunggu ku di depan terasnya. Pintu pagar sudah terbuka, dan aku tinggal memarkirkan motorku didalam rumahnya. Ku lepas helm berwarna putih kesayangan ku, yang juga helm kesayangannya. Mata kami bertemu, dan aku sudah tidak merasakan rasa seperti yang dulu mencintainya dengan terlalu. Menggebu. Tapi Shafa, adalah gadis manja yang selalu ku rindu derai manja nya. Paras wajah yang seringnya merah merona. Dia gadis terlucu yang pernah singgah di hatiku. Aku mencintainya, dulu.
Ada bekas airmata di kerut sudut matanya. Aku hapal betul kerut yang selalu nampak jika ia sedang gelisah. Dan saat itu juga rindu menyergap aku dalam tatap matanya yang seolah lemah.
"Aku gak bisa, Cha.." ucapku saat ia mulai menggelayuti ku manja. Aku mulai memanggilnya Chaca seperti teman-temannya. Aku ingin mebiasakan dia menganggapku kembali teman seperti sedia kala sebelum ada cerita cinta antara kami.
Entah apa yang buat aku mati rasa. Keegoisannya. Kecemburu butaannya. Entah, semua indah hilang. Begitu tergantikan dengan seseorang yang sedari dulu tidak kusadari adanya, Rani. Kini aku sedang jatuh bangun mengejarnya untuk dapat ku raih.
- (oleh @PenaAwan - penandilaga.tumblr.com)
Thursday, 15 September 2011
Subscribe to:
Post Comments (Atom)