David merebahkan dirinya di atas tempat tidur dengan wajah kesal. Bisa-bisanya dia melakukan hal seperti itu yang jelas-jelas mempermalukan Florence.
Dengusan kuat David menggema dalam kamar yang hening. Florence pasti sangat kesal dengannya. Mungkin mulai besok, Florence memilih untuk menganggapnya transparan.
Tetapi David tetap merasa dirinya tidak bersalah. Apakah dia salah membela temannya? Lagipula, mengapa Florence bersikeras harus Gloria yang nyanyi?
David teringat pada kata-kata Florence.
Sudah lama tidak melihat pertunjukan mereka berdua.
Dan juga kejadian pada pesta dan kejadian di taman sehari yang lalu.
Gloria tampak canggung di hadapan si Ethan itu. Ekspresi sedihnya saat Ethan memainkan gitar. Sebenarnya apa yang terjadi di antara mereka?
David mengangkat tangan kanan hingga batas pandangannya. Matanya menatap telapak tangannya. Tadi dengan tangan ini, dia mencegah Florence yang sedang memaksa Gloria untuk tampil.
Tangan ini mengenggam lengan bawah Florence.
"Wow," gumam David. Kemudian dia turunkan tangannya dan memutar badannya ke kiri.
Kontak fisik pertama. Kesan pertama yang baik. Pengenalan lebih jauh.
Semuanya gagal total.
===
Florence menutup pintu kamarnya dengan kesal. Kemudian dia bersandar pada pintu kamar dan mendongak menatap langit-langit kamar.
Dia telah membuat dirinya terlihat bodoh. Mengapa dia sampai memaksa Gloria? Bukankah Gloria salah satu sahabatnya?
Kalau Gloria tidak mau, kita sebaiknya jangan memaksanya.
Kata-kata laki-laki bernama David itu terngiang-ngiang dalam kepala Florence.
Florence sangat setuju dengan kalimat ini. Tetapi dia bukan orang yang mudah mengalah, karena itulah, dia tidak langsung melepaskan genggamannya pada tangan Gloria.
Tadi, dia baru saja mendapat omelan dari Papa Alex. Tidak termasuk omelan, sih. Cuma memberi nasihat, memberi masukan. Tetapi, bagi Florence yang sedang kesal, kata selembut apapun akan terdengar seperti omelan.
"Aku telah melakukan hal yang tidak patut dilakukan seorang teman," gumam Florence.
Pesta ulang tahun yang telah direncanakan anak-anak sejak bulan lalu. Rencana rahasianya. Hubungannya dengan Gloria.
Hancur.
===
Gloria membuka laci dan mengeluarkan sebuah buku diari kecil dengan cover merah jambu tebal. Kertas-kertas di dalamnya penuh dengan tulisan.
Gloria membuka halaman selanjutnya dari tulisannya kemarin.
Dear Edele,
Hari ini aku menghadiri perayaan ulang tahun Paman Alex. Cukup menyenangkan, sebelum orang itu tampil.
Dia membawakan lagu Edelweiss. Lagu gitar pertamanya yang diajarkan oleh Paman Alex. Memang lagu yang cocok, sebagai ucapan terima kasih juga.
Aku masih ingat bagaimana dia berlari-lari ke arahku dengan gitar di tangannya hanya untuk memamerkan padaku. Dia bahkan tidak menyimpan gitar kesayangannya itu dalam tas.
Katanya, dia sudah bisa memainkan satu lagu dengan gitar. Katanya, dengan gitar ini, dia bisa memainkan musik yang kusukai kapan saja.
Edele, tadi pada acara pasca pesta. Aku diajak mempersembahkan sebuah pertunjukan kepada Paman Alex, bersamanya.
Jujur, aku ingin sekali. Kalau masih seperti dulu, pasti aku sudah maju dengan penuh percaya diri.
Tetapi sekarang? Tidak mungkin.
Dia pasti kecewa. Sangat kecewa.
===
Ethan mematikan mesin mobilnya. Pandangannya tertuju pada sebuah bangunan megah di hadapannya. Sebuah bangunan yang didirikan di atas tanah yang dulu adalah sebuah taman bermain. Tempat dia bertemu dengan gadis itu pertama kali.
Gadis itu memperkenalkan dirinya sebagai anak tukang roti di toko roti seberang jalan. Ethan kecil yang sedang kabur dari rumah sedang kesal karena selalu dipaksa latihan piano. Pada saat itu, kelaparannya sudah mulai tidak dapat ditahan. Dan gadis itu menangkap basah Ethan melihat ke dalam toko dengan pandangan sedih.
"Ini," kata gadis itu sambil menyodorkan sepotong roti. "Untukmu."
Ethan menatap roti di tangan gadis itu dengan tatapan tertegun.
"Untukku? Gratis?"
Pertanyaan Ethan mengundang tawa si gadis.
"Iya," kata gadis itu sambil menarik tangan Ethan dan meletakkan roti itu dalam genggamannya. "Aku tidak tahu apa yang terjadi padamu. Tetapi, roti yang lezat dapat mengubah hari yang buruk. Begitu kata papaku."
Ethan menunduk dengan air mata berlinangan di matanya. Dia tidak dapat berkata apa-apa.
"Makan saja. Aku pergi dulu, ya."
Saat Ethan mengangkat kepalanya, gadis itu sudah hilang di balik pintu toko roti.
"Ethan, Master Ethan." Ketukan dan panggilan pelan dari balik kaca jendela mobil membangunkan Ethan dari pikirannya.
Ethan mengangguk pada pembantu rumahnya dan keluar dari mobil. Dia memasuki rumahnya dan mendapati ibunya sedang duduk di atas salah satu sofa ruang tamu yang luas itu sambil membolak-balikkan halaman majalah.
"Aku dengar tadi kamu mempersembahkan lagu untuk Alex," kata ibunya.
"Ya, aku capek. Jadi aku tidur dulu. Good night, Mom." Ethan menaiki tangga lebar yang melingkar di samping kiri ruangan.
"Ku harap tidak ada apa-apa yang terjadi antara kamu dengan anak tukang roti itu," kata ibunya lagi. Pandangan wanita ini masih tertuju pada majalah di tangannya.
"Tidak ada apa-apa," jawab Ethan.
"Baiklah. Kalau tidak, aku tidak akan mengizinkanmu datang ke kota ini lagi." Suara ibu Ethan sangat tegas.
"Aku tahu. Aku tidur dulu." Setelah menghembuskan napas, Ethan kembali menaiki tangga dan berjalan menuju kamarnya di ujung koridor yang panjang di lantai dua.
~ (oleh @lid_yang)