Warung Bebas

Sunday, 18 September 2011

Rekam Imaji #7

Langit menatap layar lap top dengan serius, memanggutkan
kepala, serius lagi. Aku menatapnya serius, ditemani rokok dan sebotol bir
dingin. Hemm...ku perhatikan wajah Langit lama. Mencoba mencari tahu apa yang
membuat Pelangi tertarik pada sosok sahabatnya yang kaku ini. Kulit putih,
wajah campuran Jawa-Cina, matanya kecoklatan sama seperti mataku...yah,
sahabatku ini ternyata memang cukup tampan.
Sebaliknya, aku tak perlu mencari tahu apa yang membuat
Langit begitu tergila-gila dengan Pelangi. Setengah tahun lalu Langit menjadi
begitu cerewet. Hampir tiap malam ia menggangguku melalui telepon dan berbicara
mengenai sosok perempuan yang yang membuatnya jatuh cinta. Bagaimana mereka
bertengkar tetang banyak hal, meributkan hal-hal sepele di kantor tempat mereka
bekerja, seberapa keras kepalanya si perempuan. Dan suatu ketika Langit
mengatakan akan melamar perempuan itu...tak lama ia meminta bantuanku. Aku
pikir aku bisa menjadi sosok sahabat yang baik dengan menerima permintaannya,
membantunya menjadi fotografer di hari bahagianya. Nyatanya? Aku malah jatuh
cinta untuk yang kedua kalinya pada calon istri Langit, sahabatku...
"Nice! Gwe tahu lo paling pas! Lo tahu apa yang gwe mau!"
Ujarnya antusias, mengagetkanku yang tengah melamun. "Gwe suka foto-foto
Pelangi. Tinggal foto gwe sama Pelangi. Mungkin minggu depan gwe bakal suruh
dia nyusul. Man..gantian sekarang dia yang sibuk."
"Oke." Ujarku singkat. Sibuk dengan pikiranku sendiri,
berkali-kali menghela napas panjang. Sepertinya ku lupa Langit ada di sana dan tengah
memperhatikanku.
"Mi..ampir gwe lupa. Masalah apa sih, lo?! Perempuan mana?"
Aku tersentak, langsung saja ku tatap Langit. Wajahnya
meminta jawaban.
"No one...".
"Terus?"
"Masalahnya ada di gwe sendiri."
"Hemmm...".
"Emm...lo inget dua tahun lalu saat gwe cerita tentang
perempuan yang gwe suka?"
"Well, you told me a lot about women you liked, and which
one is it? Detail...please..".
Aku tersenyum geli. Langit benar, aku menceritakan tentang
banyak perempuan yang ku kencani, terlalu banyak tepatnya...aku benar-benar
brengsek...
"Anak magang waktu gwe masih kerja di majalah fashion."
"Oh! Iya! Lo suka irbut sama dia karna lo gangguin dia
terus. Yes..kenapa tuh? You meet her?"
Itu...itu pertanyaan yang tidak bisa ku jawab begitu saja
Langit. Apa aku bertemu dia? Kalau kau tanya itu, rasanya hampir tiap hari aku
bertemu dengannya. Sayangnya, hanya melalui lajur waktu.
"So?" Langit meminta penjelasan.
"Gwe jatuh cinta lagi sama dia...that's it."
Langit menghela napas, kemudia menyandarkan punggungnya.
Memanggutkan kepala, kemudian meneguk gelas berisi bir yang sudah bercampur
dengan batu es yang mencair. "Fight for it then..".
"I wish i could."
"Oh, come on!" Langit memajukan tubuhnya, menatapku tajam,
nada suaranya agak tinggi. "Perempuan mana yang pernah kamu perjuangkan? Sudah
berapa perempuan yang lo tinggalin gitu aja? Atau jangan-jangan tiap lo
tinggalin mereka lo gunain pekerjaan lo ini? Karena itu lo terus berpindah
tempat?!" Tanyanya sinis.
Aku diam, kesal sebenarnya, pertanyaan-pertanyaan Langit seolah
menyudutkanku sebagai seorang pengecut. Tapi itu benar. Aku terus berlari dari
kjaran 'hubungan serius'. Lantas apa nantinya yang akan ku tawarkan pada
Pelangi? Jelas saja nantinya Pelangi lebih memilih Langit. Pria di hadapanku
ini, ahli dalam menetapkan keputusan, ahli mencari dan kemudian mendapatkan apa
yang ia inginkan...memperjuangkannya...
"Nggak segampang itu...".
Aku beranjak. "Oh well, sekarang seorang Bumi kabur
lagi...".
"Gwe bukan kabur," aku berbalik, "Cuma mencari tahu, apa
yang sebaiknya gwe lakuin saat perempuan yang gwe sayang akan menikahi orang
lain."
Langit diam, akupun tidak ingin lagi menatapnya. Karna tiap
kali aku menatapnya, rasanya aku ingin bilang, "hey langit sahabatku, aku
mencintai calon istrimu!".


~ (oleh @NadiaAgustina)

0 comments em “Rekam Imaji #7”

Post a Comment