David berdiri di depan cermin untuk memastikan penampilannya sempurna. Dia sedang bersiap-siap pergi ke Town Hall untuk acara ulang tahun Paman Alex.
David merapikan dasinya dan sekali lagi menata rambutnya. Berdasarkan informasi dari Gloria, yang ulang tahun ini adalah ayah angkat Florence. Jadi, tentu saja dia harus tampil lebih dari memuaskan. Harus meninggalkan kesan yang baik di depan Florence.
Dengan kemeja petak-petak hitam putih dan rompi hitam yang dipadukan dengan celana panjang berwarna hitam juga, David yakin penampilannya dapat menarik perhatian cukup banyak orang. Bagaimanapun juga, David termasuk tampan, salah satu penyebab tingginya rasa percaya diri David.
"David," panggil kakeknya dari luar pintu. "Sudah siap?"
David melihat bayangannya dalam cermin dan tersenyum. "Tentu."
===
Pesta ulang tahun itu terlihat sederhana, tetapi cukup meriah. Menurut Kakek Chris, Paman Alex adalah salah satu dari mereka yang paling disanjungi di Greenville. Meski dia seorang investor dengan penghasilan cukup tinggi, dia lebih memilih untuk tetap menjabat ketua panti asuhan Greenville.
David sibuk menoleh ke kanan dan kiri. Menurut David, tamu yang diundang terlalu banyak.
"Cari teman?" tanya Kakek Chris.
David hanya mengangguk. Matanya masih terus menyapu satu per satu tamu yang hadir.
"Dia di sana," kata Kakek Chris. Dia menunjuk pada seorang gadis di sudut ruangan, dekat jendela. Gadis itu memakai dress abu-abu sebatas paha berlengan pendek. Rambut panjangnya yang bergelombang dibiarkan terurai di punggungnya.
Meski bukan orang yang sedang dicarinya, David tetap mendekat.
"Gloria," panggilnya.
Gloria tersentak dan menoleh pada David. Dia sedang melamun. Sesuatu yang jarang dilakukan seorang Gloria, menurut David.
"Tampaknya kamu sengaja berdandan demi pesta ini," kata Gloria dengan nada meledek.
David tersenyum. "Mengenakan baju apapun tampaknya aku selalu menjadi pusat perhatian."
Gloria hanya bisa tertawa sambil menggeleng. Dia tidak tahu bagaimana dia harus menjawab. Tetapi, harus Gloria akui, David memang terlihat cakep sore itu. Gloria juga mendapati mata beberapa gadis yang hadir terus melihat ke arah David.
Raut wajah David terlihat ramah, meski ada bayangan nakalnya. Lesung pipinya juga merupakan penambah poin.
Akhirnya, Paman Alex keluar digandeng Florence.
"Tuh, dia keluar," kata Gloria tiba-tiba.
David mengernyit dan menoleh ke belakangnya. Florence dan seorang laki-laki sedikit lebih tua dari ayah David sedang menyalami satu per satu tamu yang hadir.
David segera terpesona pada gadis itu. Dress putih yang dikenakannya menonjolkan kecantikannya.
"Pergilah," kata Gloria sambil mendorong David dengan ringan. "Kamu mencarinya dari tadi, kan?" Gloria tersenyum.
David bergerak dengan cepat. Dia segera menemui Kakek Chris dan membawanya pergi menemui Paman Alex, dan tentu saja Florence.
Saat kedua senior berbincang, David terus mencari kesempatan untuk memulai obrolan dengan Florence, tetapi tidak berhasil.
"Sudahlah, tampaknya sekarang bukan saat yang tepat," bisik Gloria yang tiba-tiba muncul di sampingnya. Gloria memberikan ucapan selamat ulang tahunnya pada Paman Alex, dan bagaimana orang tuanya tidak bisa hadir dalam acara itu.
"Tidak apa-apa, Gordon sudah sengaja mengunjungiku tadi siang. Roti yang dibawa terlalu banyak. Harus kamu sampaikan pada dia," jawab Paman Alex.
Paman Alex terlihat ramah. Dia memberikan kesan pada David bahwa dia bukan seorang pemarah, bahkan mungkin tidak pernah marah sekalipun selama ini.
"Selamat sore semuanya." Suara yang keluar dari loudspeaker menarik perhatian semua orang pada sang pembawa acara yang berdiri di atas panggung kecil di depan ruangan.
Gloria menyikut David saat laki-laki itu menguap di sela-sela kata sambutan. David menoleh ke arahnya dengan wajah apa-boleh-buat. Gloria hanya menggeleng.
"Mari kita beri tepuk tangan meriah untuk Ethan!" kata pembawa acara sambil meninggalkan panggung.
Pantomim antara David dan Gloria terhenti. David karena suara si pembawa acara yang tiba-tiba mengeras. Gloria? Entahlah. Tetapi David memperhatikan sedikit perubahan pada mimik wajah Gloria.
David melihat laki-laki menyebalkan dari kemarin berjalan ke tengah panggung dengan sebuah gitar di tangan. Dia mengenakan kemeja merah muda dengan celana panjang berwarna putih. Cukup tampan, tetapi tetap menjengkelkan.
Setelah membungkukkan badannya sedikit, Ethan menyampaikan ucapan selamat kepada Paman Alex dan mulai membawakan sebuah lagu yang David tidak tahu apa judulnya. David memang tidak hobi musik.
Di sela-sela pertunjukan gitar itu, David menoleh ke arah Paman Alex yang berdiri bersama Florence. Keduanya tampak sangat menikmati alunan musik itu.
David melihat ke sekitar. Semua tamu yang hadir tampak terpesona. Beberapa sedang berbisik sambil sesekali menunjuk pada arah panggung. David mendecak lidah. Dengan mudahnya laki-laki itu menarik perhatian semua orang.
"Memangnya lagu yang dia mainkan susah, ya?" Pertanyaan David ditujukan pada Gloria yang berdiri di sampingnya, tetapi yang ditanya tidak memberikan jawaban.
David memutar kepalanya dengan kerutan di kening. Di hadapannya adalah sebuah pemandangan yang membuatnya tertegun.
Gloria melihat ke arah panggung dengan wajah sedih. Matanya sedikit menerawang dan kemudian melihat ke arah lain. Perlahan, kepalanya mulai menunduk dan dimiringkan ke kanan.
Pertunjukan Ethan selesai. Tepuk tangan meriah penonton mengejutkan David yang spontah mengalihkan perhatiannya pada Ethan yang masih di atas panggung.
Saat itu, Ethan sedang menegakkan badannya dari posisi membungkuk dan kemudian meninggalkan panggung.
Tunggu, batin David. Tadi sebelum turun dari panggung si Ethan itu tersenyum pada Florence lalu melihat David? Apakah itu deklarasi perang?
Seulas senyum terbentuk di wajah David. "Aku menerima dengan senang hati," gumamnya.
- (oleh @lid_yang - http://lcy-thoughts.blogspot.com)