Warung Bebas

Friday, 16 September 2011

Delapan #4

"Nggi!", langkahku terhenti. Teriakannya membahana, langsung di proses secepat kilat oleh otakku. Suara yang raib entah kemana, sejak dua hari lalu. Suara yang amat sangat aku nantikan kehadirannya. Suara yang lembut meski dalam teriakan. Suaranya. Itu memang suara dia. Suara Milan. "Milan?", kataku pelan pada diri sendiri. Enggan terlalu girang, karena Milan tak terlalu suka itu.
"Bentar, Nggi! Tunggu disitu sebentar ya. Saya mau ngomong", katanya lagi sambil perlihatkan behel-behelnya, lalu masuk ke dalam sebuah ruang kelas. Laboratorium Fisika. Kemudian keluar, dan ia tertawa padaku. Secara tetiba ia menghangat. Mencairkan seluruh tanda tanya yang tersimpan dalam benakku, juga kalbuku. Masih setengah tak percaya dengan yang terjadi barusan, Milan berlari kecil ke arahku sambil membawa dua lembar kertas yang semakin dan semakin membuatku terdiam di tempat.
"Belum dijemput kan, Nggi?"
"Belum, dan kayanya ngga akan dijemput.."
"Loh kenapa?"
"Ngga tau tuh tadi udah nelepon ayah bunda, tapi malah bilang ngga mau jemput. Kayanya lagi pada ngga 'mood' deh.."
"Saya antar pulang aja ya?"
"Emangnya Milan mau?"
"Kenapa engga? Dan ada yang mau saya ceritakan ke Anggi hehehe"
Aku dan Milan berjalan menuju parkiran sepeda motor tanpa aba-aba. Angin sepoi sore menerpa wajahku, menambah semburat kehangatan dalam dada. Belum selesai aku menikmati semuanya.. "Anggi, maafin saya selama beberapa hari ini udah diemin Anggi, ya?", ucap Milan lirih sambil menatap balok-balok batu yang tersusun rapi di tanah. Mungkin ia tak cukup berani memandangku langsung. Aku terkesiap. Berusaha mengumpul dan mencari-cari kata yang tepat untuk merespon kalimatnya tadi.
"Iya, Mil.. Anggi minta maaf juga ya. Anggi toh ngga kasih kabar balik ke Milan kan.."
"Udah maaf-maafannya, Nggi. Lebaran kan masih lama.. Jadi gini Nggi.. Langsung aja ya? Saya juga ngga tau kenapa beberapa hari ini bisa lost contact sama Anggi. Tapi selama itu, benar rasanya ada yang kurang. Dua hari yang lalu saya ulangan Fisika. Saya kepikiran Anggi terus. Sampai-sampai saya ngga bisa konsentrasi belajar malamnya.."
"Kemana perginya itu? Hubungannya apa Mil? Anggi kurang ngerti"
"Nah itu dia. Saya sendiri juga ngga tau hubungannya apa dan kemana. Coba tanya Armada Band deh, Nggi.."
"Milan seriuuuusssss!!!", paksaku sambil meninju-ninju kecil lengan kirinya. Ia terbahak sampai rahangnya bisa aku lihat. Setelah puas tertawa, barulah ia ceritakan padaku, apa yang menimpanya selama kami tak saling bicara.
Katanya, ia tak henti menyertakan aku dalam benakknya. Katanya, karena itulah ia tak bisa fokus belajar. Katanya, ulangan Fisika dua hari yang lalu adalah ulangan dengan soal tersulit. Katanya, Dini mengalahkannya, meraih nilai tertinggi di ulangan itu. Katanya, mendapat nilai Fisika terendah adalah hal paling memalukan. "Saya dapat lima puluh, Nggi", katanya menambahkan keterangan terakhir. Dan kesimpulanku, ini semua karena aku? Milan diam. Aku juga. Aku tak bisa menahan bulir-bulir air mata yang segera membanjiri pipi. Jujur saja, aku merasa sangat bersalah. Apa salahnya jika aku yang berinisiatif memberinya kabar.
"Ini bukan salah Anggi kok. Saya aja yang terlalu membesarkan masalah kayanya ya. Tadinya saya pikir kalau curhat tentang ini sama Anggi, kita bisa kaya biasa lagi. Tapi saya salah besar. Malah seakan-akan saya nyalahin Anggi"
"Iya Mil. Maafin Anggi ya, buat ulangan itu. Anggi emang salah. Milan mau antar Anggi pulang, kan? Sekarang aja kalau gitu"
"Nggi, jangan gitulah! Ambo ndak nio manengok Anggi bantuak iko. Usah maraso basalah bana. Kan ndak salah Anggi kasadonyo. Ambo yang salah, Nggi.. (Saya ngga mau lihat Anggi kaya gini. Jangan terlalu ngerasa bersalah. Kan semuanya bukan salah Anggi. Saya yang salah, Nggi..)"
Hatiku tertawa sekencang yang ia mampu. Milan lagi-lagi berbahasa Padang, dan sangat lucu. Namun air mataku tak kunjung reda. Milan mulai menghidupkan mesin motor. Deru keras dari benda itu sepertinya menimbun isakanku yang kian keluar. Dan entah siapa yang menyuruh Milan menarik tanganku untuk naik ke motornya. Ia mengantarku pulang.


- (oleh @captaindaa - http://afrohsahenda.blogspot.com)

0 comments em “Delapan #4”

Post a Comment