Warung Bebas

Monday, 19 September 2011

Déjà vu


Kau ada dimana? Kau memandang berkeliling, semuanya serba putih, kebetulan kau berdiri dekat jendela. Kau menengok ke bawah, ada taman dengan kolam ikan ditengah-tengahnya. Kau mengedarkan pandangan ke sekeliling ruangan. Ada sebuah ruangan yang dibatasi dengan sekat tirai putih, tanpa pikir panjang kau membukanya dan terkejut dengan siapa yang kau temui disana.

Andra sedang tergolek lemah di tempat tidur dengan jarum infus tertancap di punggung tangan kanannya dan selang oksigen nasal mengaliri hidungnya. Sakit apa dia? Apa sampai separah itu hingga ia harus dirawat di rumah sakit? Belum sempat bertanya, tiba-tiba tubuh itu mulai bergerak dan kau berjalan mendekatinya.

"Ndra?" panggilmu, perlahan kelopak matanya yang agak membengkak sedikit terbuka.

"Lova? Kok tahu aku dirawat disini?"

Kau tersenyum simpul. Entah bagaimana kau harus menjawab, karena kau sendiripun tidak tahu mengapa. "Istirahat, Ndra. Aku mau keluar sebentar, kamu minta dibawakan apa?"

Andra tampak berpikir sejenak, "Nggak tau, apa aja deh. Lapar nih."

"Oke, bos.."

Kau kembali ke tempat semula kau berdiri, menengok sekali lagi ke arah jendela dan masih mendapati pemandangan yang sama. Kau membuka pintunya dan berjalan keluar. Sejauh mata memandang kau hanya melihat lorong-lorong yang agak gelap dan sunyi, kau menoleh ke kanan dan kiri, tidak ada apa-apa. Kau mempercepat langkahmu hingga tiba di ujung lorong dan berbelok ke kanan. Kemudian kau melihat sosok itu.. Seseorang yang hampir setengah tahun ini menghilang dari kehidupanmu...


_____
Cuma mimpi! Kau bangun dari tidurmu dengan tubuh penuh keringat dan nafas terengah-engah. Tentang Andra yang dirawat di rumah sakit, tentang pertemuanmu dengan.. laki-laki itu, semuanya cuma mimpi. Kau melirik jam mejamu. Baru pukul enam. Terlalu pagi untuk bangun disaat kau baru tidur diatas pukul tiga dini hari. Kau beranjak dari tempat tidurmu dan menuju kamar mandi.

Pukul enam tiga puluh kau sudah berpakaian rapi dan tengah menyeduh teh chamomile kesukaanmu saat pintu kamar disamping dapur membuka. Kak bertatap muka dengan wanita setengah abad itu sekilas lalu kembali menyibukkan diri dengan ritualmu.

"Kemarin pulang jam berapa?" tanyanya datar.

"Jam sebelas, kayak nggak tahu biasanya aja."

"Sampai kapan kamu mau seperti itu terus? Anak perempuan kok liar. Saya tidak membesarkan kamu untuk itu," katanya tegas, seperti biasanya. Kau merengut mendengarnya. Kata-kata itu sudah beliau hafal diluar kepala, dan kamu bosan setengah mati mendengarnya.

"Saya sudah besar. Ini keputusan saya."

"Jangan kamu lupa....."

"Saya tidak lupa. Saya hanya bosan membahas ini lagi," teh chamomile-mu mendadak terlihat seperti air limbah di matamu. Kau membuangnya ke wastafel, membungkus roti bakarmu yang belum kau sentuh, dan pergi. "Saya berangkat, bu..."

_____
Disinilah kamu menghabiskan waktumu setiap kali wanita yang kau panggil ibu mengajakmu berbicara tentang masa depanmu. Yah, kau tahu tidak seharusnya kau berkata begitu padanya. Well, bagaimanapun juga dia ibumu. Seseorang yang membesarkanmu sendirian karena seseorang yang seharusnya kau panggil ayah meninggalkan beliau demi wanita lain yang baru dikenalnya. Kau tahu itu, namun entah kenapa setelah kau menginjak dewasa, beliau tidak lagi bersahabat denganmu. Setidaknya itu menurutmu.

"Pagi, Lova...." sapa Iben padamu. Cowok itu sedang on air, namun sempat-sempatnya menyapamu ketika melihatmu mendekat. Kau melambaikan tangan dan masuk ke studio menemaninya.

"Ramon mana?" tanyamu sambil menaruh tasmu. Kemudian kau teringat roti bakarmu dan mengeluarkannya dari dalam tas. Iben yang tergoda dengan aromanya mencomot sepotong.

"Lho? Dia kan siaran sore sama Sophie. Nanti yang jam 9 ada Jodhy," jawab Iben dengan mulut penuh. "Sejak Andra sakit kan kita semua siarannya dobel-dobel. Si bos juga tumben-tumbennya pake sakit segala," keluhnya. "Elo kan siarannya nanti siang bukan, sama Kak Re? Kok udah dateng?"

"Nggak apa-apa," kau mengambil headphone satu lagi dan memasangnya. "Aku temenin ya?"

"Eh? Beneran?"

"Pokoknya gajinya dobel, hahaha," Iben menimpukmu dengan mouse yang dipakainya mengoperasikan komputer, namun tidak kena.

"Dasar mata duitan!"

Kalian tertawa bersama-sama. Kemudian Iben membuka acara Morning After dan kau membantunya membaca beberapa artikel lucu yang berhasil tim kumpulkan setiap harinya. Siaran pagi ini cukup memperbaiki suasana hatimu yang carut marut karena kejadian tadi pagi.

"Pagi, Lova dan Iben. Ini dari Aldi. Selamat paginya buat kalian berdua aja deh, met cuap-cuap ya. Rame banget pagi ini, biasanya cuma ada Iben. Requestnya Someone like you nya Adele ya, terima kasih.." kau membaca SMS dari pendengar kalian. "Sama-sama, Aldi. Buat yang heran kenapa Lova maupun penyiar lain suka lompat-lompat siarannya, itu karena penyiar kita berkurang satu nih. Si Andra belum sembuh-sembuh juga, jadi jadwalnya kita semua yang cover, gitu...."

"Get well soon, big boy," tambah Iben. "Hampir dua jam Iben dan Lova menemani youngers semua di Morning After, setelah muterin request ini, Iben dan Lova mau undur diri ya," Iben memutarkan tiga lagu sekaligus dari daftar playlist kalian. Entah kenapa perasaanmu tidak enak, kau yang setiap kali siaran selalu mematikan handphonemu, tiba-tiba saja ingin menyalakan handphonemu. Kau mendapati tiga pesan suara dan lima belas pesan singkat. Pengirimnya Indra, adik kandung Andra yang masih SMA.

Kak Lova, ini Indra pakai handphone kak Andra. Kak saya boleh minta tolong? Kak Andra masuk rumah sakit kak, tadi pagi badannya dingin dan pucat. Bisa minta tolong kemari kak?

Kak Lova sedang siaran ya?

Kak Lova baca pesan saya?

Tolong ibu saya kak, saya sedang mengurusi adik-adik dirumah.

Kak Lova, saya tadi kirim sms ke Morning After. Tolong dibaca kak.

Kak Lova...

Kau gemetar membaca pesan-pesan di handphonemu. Andra, si tulang punggung keluarga yang kau kenal sedang di rumah sakit? Ada apa dengannya? Kau ingat waktu pertama kali berkunjung ke rumahnya. Rumah Andra yang sederhana, tiga adik-adiknya yang masih kecil, ibunya yang membuka warung nasi pecel kecil-kecilan, dan bapaknya yang supir angkutan umum... tiba-tiba airmatamu mengalir. Iben yang baru kembali dari dapur mendekatimu dengan heran.

"Lho, La, kamu kenapa?"

Kau tidak bisa menjawab, airmatamu malah mengalir kian deras. Iben merebut handphonemu dan membaca pesan-pesan yang baru kau terima. Ia ikut terkejut lantas memelukmu, berusaha menenangkanmu yang tampak terguncang.

Mimpi itu.............

Déjà vu...

_____
 Kau berlari menyusuri lorong-lorong yang agak gelap, tidak ada seorangpun, hanya kau, bayanganmu, dan suara langkah kakimu yang menemani. Kau dan Iben sudah bertemu orang tua Andra di ruang administrasi tadi. Menurut pemeriksaan dokter, Andra overdosis obat pengurus badan yang membuatnya sering buang air kecil hingga dehidrasi. Berarti hari itu Andra berbohong padamu? Siapa yang tahu? Kau tidak pernah menduga Andra akan senekat itu.

Iben dan orang tua Andra akan menyusul setelah menyelesaikan biaya administrasi rumah sakit. Sementara kau sekarang berdiri di ruangan serba putih seperti dalam mimpimu. Ada jendela disamping pintu masuk, dan saat kau menengok kebawah, kau bisa melihat taman kecil dengan kolam ikan ditengahnya. Kau gemetar, kau menyibak tirainya dan mendapati Andra disana. Posisinya sama persis dengan di mimpimu. Kemudian ia bergerak dan membuka matanya sedikit.

"Lova? Kok tahu aku dirawat disini?"

Tubuhmu semakin gemetar. Kau memang bukan orang yang ahli dalam hal membaca masa depan, atau segala hal yang berhubungan dengan supranatural. Pengalaman ini tentu membuatmu sedikit terguncang.

"Istirahat Ndra. Aku mau keluar sebentar, kamu minta dibawakan apa?"

Andra tampak berpikir sejenak, "Nggak tau, apa aja deh. Lapar nih."

Kau membungkam mulutmu. Bahkan segala yang kau katakan sama persis dengan mimpimu semalam. Sepertinya kau tidak sanggup memikirkan kata-kata lain selain yang pernah kau ucapkan sebelumnya.

"Oke, bos.."

Kau berbalik, berusaha menahan air matamu agar tidak tumpah dan berlari menyusuri lorong-lorong yang sama persis dengan mimpimu. Kau menggelengkan kepala beberapa kali. Tidak! Kau tidak ingin bertemu Henry. Tidak untuk saat ini. Kau berbelok ke kanan dan hampir terjatuh menabrak seseorang.

"Lova, kok nangis lagi? Andranya gimana?"


~ (oleh @nadhiasunhee)

0 comments em “Déjà vu”

Post a Comment