PhD part 3
L e a h
Jadi seorang personal asisten tak pernah ada dalam list pekerjaan impianku. Ini benar-benar di luar dugaan. Mauku sih kerja jadi pramugari maskapai penerbangan internasional, tapi apa daya aku tersangkut di sini. Hey, tapi aku bersyukur sekali. Bekerja sebagai personal asisten membantuku melakukan hal yang sebelumnya tak pernah terpikirkan olehku. Seperti siang ini ketika bosku memintaku...
"Leah, I want you to get the MoM of the meeting yesterday." Dan aku kaget, kenapa? Karena bosku ini bukan partisipan meeting kemarin. Tentu saja MoM tidak bisa seenaknya diminta begitu saja.
"But..", belum sempat aku melanjutkan ucapanku, bosku berkata, "I never give you any impossible job or workload to do. So, get it done."
"Well noted, Bapak." Aku menghela napas. Bosku ini memang perfeksionis dan penggila berbagai macam detail dalam setiap hal yang akan dilakukannya. Dia percaya bahwa asistennya ini mampu melakukan apapun yang dia perintahkan. Well, great!
I don't have my own room, but I own a cubicle. Kubikel di departemen tempatku bekerja berwarna biru. Dengan partisi agak lebih tinggi dari departemen yang lain di perusahaan ini. IM ku menyala. Sapaan dari kubikel sebelah.
Sametime connect 7.5.1
Ratih: Neng, sibuk gak?
Aku: Eh, ada apa bun?
Well, bunda adalah panggilanku buat Ratih. Karena dia seorang ibu yang baru saja melahirkan putra pertamanya.
Ratih: Kangen aja jeng. Gile yah, udah 3 bulan nih cuti, gak nge chat ama dirimu. Kangen total!! :D
Aku: Samalah bun. Apalagi aku. Kalo ada yg musti aku obrolin.
Ratih: km gmn kabar neng?
Aku: baaaiiikkk ;)
Ratih: boleh nanya? Tapi, Leah jangan marah yah :)
Nah, kayaknya yg bakal ditanyain serius nih, aku membatin. Secara tiba-tiba bilang jangan marah. Waduh!
Aku: boleh :) mau nanya apa bun? Serius bener euy ;p
Ratih: km baik2 aja kan say? Nothing serious happened selama aku gak ada?
Aku termangu. Membaca kembali 2 pertanyaan yang dilontarkan.
Aku: baik kok. I'm good. Physically, I'm ok. Tambah bulet kayaknya. Haduhhhhh..
Ratih: yeee, kalo itu mah aku cuek. Kamu baik secara fisik. Yg lainnya? Ada yg sakit?
Aku: hmm pertanyaannya dalem yah mbak hehe.. I'm fine kok.
Ratih: km mah emg gk bisa boong. Dr hari pertama aku balik dr cuti, aku ngerasa km bnyk berubah. Kdg aku jd kangen ama Leah yg dulu. Atau krn km skrg sibuk yah..
Ratih: eh, aku jd banyak omong yah? Maaf yah Le..
Aku: enggak kok. Buat aku, 'omongan' km td nge jleb banget.
Diam. Jeda. Tak ada suara jemari yang mengetik.
Aku: tiap org pst ngalami perubahan yah mbak. Dan aku jg berubah :). Smg ke arah yg lebih baik.
Pikiranku mengembara ke beberapa bulan yang lalu.
BEBERAPA BULAN LEBIH AWAL
"Semoga ntar kalo aku balik ngantor abis dari cutiku, udah ada kabar baik yah? Apa gitu, kali ada yang mau nikah." Ratih mengerling padaku. Dan juga pada lelaki yang berdiri di sebelahnya.
"Maksudnya?" Aku berujar pelan pada Ratih sambil mencubit lengannya. Dia meringis kesakitan.
"Yah kali aja ada gitu yang jadian di departemen ini." Ratih ngeloyor setelah berkata seperti itu. Aku menolehkan kepalaku pada Chandra, lelaki yang tadinya berdiri di sebelah Ratih.
"Suka cheese cake nya yah?" lelaki di sebelahku bertanya. Manis senyumnya. Berkacamata.
Oke. Oke, kita rewind. Lelaki di sebelahku ini adalah kolegaku. Chandra Tanjung, 29 tahun, adalah salah satu engineer di departemenku. Well, beda departemen tapi kami berada di satu lantai. Hitam manis, berkacamata, tidak terlalu tinggi, pendiam. Tipe – tipe pria yang kalau Mbak Lena lihat pasti bakal komentar , "Seriously? He's not your type!"
Aku mengangguk. "Lumayanlah. Lebih suka Opera cake." Dia menganggukkan kepalanya. Ada kilatan blitz. Aku manyun. Chandra tersenyum.
"Nanti di-share yah fotoku ama Leah. Pasti lucu tuh." Bibirku makin monyong lima senti. Benci. 'Ngapain coba yah pake share fotoku segala.' Aku semakin sebal. Menjauhi lelaki disebelahku ini.
***
"Is is so hard to reply my sms?" Aku bertanya pada lelaki yang baru saja berpapasan denganku di tangga.
"Sorry?" Dia pura – pura tidak mengerti. Aku tahu itu kebiasaannya.
"SMS? Semalem. Kenapa gak dibales?"
Lelaki ini berjalan menjauhiku. Membelakangiku. Mengabaikan pertanyaanku. SMS yang kukirimkan. 'That's it. 'I'm enough with him.'
***
"Aku gak bakal bisa jalan ama Leah. Not as long as we're working in the same office."
"Itu kan tantangan, Chan."
"Not for me, I just can't. I give up!"
***
Ratih: km segitu sebelnya ama Chandra?
Aku terbangun dari lamunanku. Tentang dia. Menatap layar IM yang berkedip – kedip.
Aku: Sebel? What for? Biasa aja kok.
'Ah, indenial feeling lagi. Aku memang masih suka Chandra.' Hatiku ini memang tak bisa diajak berkompromi.
Ratih: abisnya km kayak gk ngehindarin dia gitu..
Aku: me? Avoiding him? Enggak kok. Perasaanmu aja kali, mbak. J
Ratih: km move on gitu say?
Aku : J
Ratih: kl ini emg keputusan kalian berdua buat saling gak peduli, aku ngedukung aja say.. selama kalian ber2 baik.
Aku : bukan keputusanku, Tih. Dia yg mau.
Aku memasang lampu 'I'm away' pada status IM ku. Aku benar – benar tak mau diganggu. Tidak lagi dengan masalah lelaki pengecut yang tak mau memperjuangkan aku. I'm done.
***
"Gimana biking-nya, Le?"
Pertanyaan dari Kak Lila mengagetkan aku yang baru saja masuk ke dalam apartemen.
"Pagi Kak. Enak banget, tadi lumayan rame di meeting point."
Aku menjawab sambil membuka pintu lemari es. Mencomot botol tumblerku dan duduk di seberang Kak Lila yang sedang serius mengamati laptop di depannya. Iya, di meja makan sepagi ini dan hari Minggu.
"Nyenyak banget kamu dek, semalem boboknya."
Mencomot ayam goreng dan memulai sarapan pagi berat ala keluarga Wirawan. Aku mengangguk kecil sambil terus menenggak orange juice tanpa jeda.
"Waktu biking tadi, kayaknya Leah banyak mikir deh kak."
"Sableng juga nih anak, biking kok pake mikir toh?" Kak Lila menatapku aneh.
Sudah jadi kebiasaanku, apabila banyak yang aku pikirkan dan aku ingin mencari jawaban, aku pasti melakukan kegiatan yang menguras energi.
"Iyah. Masalah perfect guy itu."
Kak Lila terdiam. Menghentikan semua kegiatannya. Mengalihkan pandangannya dari laptop. "Kak Lila dengan Mas Danang yang ngemong banget dan dewasa."
"Kalo kamu dek?" Kak Lila bertanya. Pertanyaan simple.
"Leah gak minta yang aneh – aneh atau ngasih karakter lelaki yang nantinya malah bikin Leah jadi perempuan pemilih."
"Trus?"
"Leah cuma mau lelaki yang ngerti jokes Leah, bisa bikin ketawa Leah, no need to be perfect. Lelaki yang kalo kangen ama Leah akan langsung nemuin Leah bukannya cuma sekedar sms. Lelaki yang selalu mikirin Leah dimanapun dia dan sesibuk apapun dia. Lelaki yang akan langsung bertanya ke Leah kalo dia cemburu. That simple."
Kak Lila menggamit tanganku. Menggenggamnya erat – erat.
"Leah ingin merasa dicintai dan diingini. Ingin diperjuangkan. Bukan dicampakkan. Diabaikan. Is it too hard to be true? This perfect guy thingy has driven me crazy. "
Berkaca – kaca. Aku melonggarkan pegangan pada gelas tumblerku. Kurasakan Kak Lila memelukku dari belakang.
"You'll find that perfect guy, petal. Have a faith."
"I know, kak. But, when?"
"Soon, darling."
"Do I deserve him? My man? The perfect guy?"
"Iyah, dek. Lupain Chandra, gak perlu lagi menunggu lelaki yang gak mau merjuangin kamu."
Kami berdua berpelukan.
A perfect guy comes at the right time and you'll know it. My man has not come yet. Maybe, right now he loses his map. Losing direction and still trying to look for the right path to find me. Or maybe, he's already on the corner off the road waiting for me to pass by and say 'hi'. But, until that day, I'll be just fine.
- (oleh @WangiMS - http://berceritacinta. wordpress.com)