Warung Bebas

Sunday, 18 September 2011

13 Juni 2011

"Selamat malam" ucap seorang wanita berpakaian suster, tinggi, berambut pendek, putih dan cantik menyapa kami semua yang ada di dalam ruangan tempat Ricardo dirawat.
"Selamat malam, Sus. Mau ngecek pacar saya ya, kondisi dia sekarang gimana? Kapan dia boleh pulang" Alyssa mengeluarkan lagi suara manjanya. Aku masih diam, tidak mau berkomentar apa-apa. Bagaimana mungkin tunangan Radit yang jadi susternya Ricardo, terlalu banyak kebetulan.
"Ah, nggak, mbak. Saya kemari bukan untuk memeriksa. Benar ini ruangan Tuan Ricardo?" jawab suster itu.
"Iya, sus. Saya Ricardo" Ricardo pun menjawab dengan santai sambil memakan buah yang baru saja Alyssa potong.
"Mas Ricardo, eh, saya panggil 'mas' gak apa kan ya?"
"Ada apa, sus? Bisa kami bantu?" jawab Alyssa ketus dan aku mencoba untuk menahan tawa melihat tingkahnya itu.
"Ngga, mbak. Saya mau ketemu sahabatnya mas Ricardo yang namanya Sinar" jawab suster yang adalah tunangan Radit itu. Nyari gue? Hah? Sontak aku langsung melihat ke suster tersebut saat mendengar namaku tersebut.
"Oooo, Sinar. Tuh yang di sono. Ada apaan, Sus?" jawab Ricardo sambil menunjuk ke arahku. Aku masih diam dan menunjukkan raut wajah kebingungan.
"Sinar?"  suster tersebut berjalan menghampiriku, dan mengulurkan tangan.
Aku menyambut tangannya, "Iya, saya Sinar. Hmmm.. ada apa ya, Sus?" tanyaku.
Perempuan cantik itu tersenyum, matanya jernih dan alisnya yang tebal rapi, mengingatkanku dengan raut wajah seseorang.
"Aku Dini, sepupunya mas Elang. Senang akhirnya bisa ketemu perempuan yang selalu dia bicarakan setiap hari" ucapnya.
Aku makin diam, hp yang aku pegang terlepas dari genggaman tanganku, badanku serasa tak bertulang, lemas. Dia masih mengulurkan tangan.
"Sinar? Kamu gak apa-apa?" dia menunduk dan mengambilkan hpku yang terjatuh, memberikannya kepadaku, lalu tersenyum kembali.
Aku menyambut tangannya, dia menggenggam tanganku dengan erat, senyumnya ceria, matanya berbinar menatapku. Ah mata dan alis itu, familiar.. iya, mata dan alis Elang mirip dengan miliknya.
"Sinar" jawabku datar saat tanganku menempel di tangannya.
"Wah, ini sodaranya Elang cowok lo, Nar" Ricardo ikut tersenyum dan melambaikan tangan ke Dini.
Dini menghampiri Ricardo dan Alyssa, memperkenalkan dirinya. Wanita ini yang aku sakiti? Wanita seceria ini? Dini memberi saran kesehatan untuk Ricardo kepada Alyssa, mereka bertiga berbincang tanpa menyadari aku membisu di sudut yang sama sejak satu jam yang lalu, memikirkan ini itu, apa saja yang telah aku lakukan dengan Radit, dan... dia adalah sepupu Elang.
"Sinar, malam ini aku jaga malam, pulangnya nanti jam 7 pagi, kamu jaga di sini juga? Kapan-kapan aku mau ngobrol sama kamu" ucap Dini menghampiriku.
"Iya, Din" jawabku lemah.
"Aku boleh minta pin BB kamu? Jadi kalau nanti mau janjian gampang"
"Hah? Hmmm.. iya, boleh" aku menyebutkan pin BB ku dan dia menambahkan aku sebagai teman. Teman? Aku masih tidak habis pikir kenapa ceritanya menjadi seperti ini.
"Aku balik kerja dulu, ya. Terima kasih mas Ricardo sudah dibolehin ruangannya jadi berisik tadi. Mbak Alyssa, dijaga baik-baik ya masnya, biar gak pingsan lagi. Sinar, sampai jumpa ya. Senang bertemu dengan kalian" Dini mengucapkan pamit kepada kami semua. Aku memberikan senyum sebisaku.
Aku ke toilet dan menyalakan rokok di dalamnya, aku menghisap rokokku dengan cepat, tidak terasa sudah rokok ketiga dan aku belum juga tau harus bagaimana nanti jika Elang atau Dini sampai tau tentang aku dan Radit.
"Sinar.. Sinar.." suara Alyssa mengetuk pintu toilet, aku membersihkan air mata yang tadi sempat keluar sedikit dari mataku, lalu membuka pintu toilet.
"Aku mau pulang, maaf ngerepotin kamu, harus nginep dan jagain Ricardo. Besok aku harus ke Singapore pemotretan. Tolong jaga baik-baik PACAR SAYA" ucap Alyssa berpamitan dengan menekankan kata PACAR diakhir kalimatnya.
"Iya, santai" jawabku singkat dan keluar dari toilet, menghampiri kursi yang ada di dekat tempat tidur Ricardo.
Mereka berdua berpelukan, cium dan akhirnya Alyssa pergi. Seharusnya malam ini aku ingin mengenang masa-masa SMPku bersama Ricardo, namun setelah pertemuan dengan Dini tadi aku benar-benar terdiam dan kehilangan banyak kata.
"Tidur lo" gue di kursi aja.
"Beneran, Nar lo mau nginep? Gue bisa kok sendirian" ucap Ricardo.
"Bener bisa sendirian?" tanyaku serius.
"Iya, kalau emang gak mau nemenin sih, ya pulang juga gak apa-apa" aku tau tawaran Ricardo kali ini hanya sebuah becandaan, tapi kali ini aku benar-benar butuh sendiri. Aku ambil tas dan bungkusan yang tadi ibuku titipkan untuk Ricardo.
"Oke, lo baik-baik di sini, kalau ada perlu apa-apa lo pencet tombol ini, nanti suster datang. Gue balik" aku menunjukkan ke Ricardo bagaimana cara memanggil suster dengan tombol yang berada di samping tempat tidurnya, lalu memeluk dia sekenanya, dan berjalan menuju pintu keluar.
"Nar, oi.. gue becanda kali, Nar.. tu anak kenapa dah?" ucapRicardo saat aku meninggalkannya, namun aku tidak menghiraukan dia sama sekali, aku terus berjalan, berjalan dengan terburu-buru untuk meninggalkan RS ini.

--

Aku tidak tau harus kemana, sudah pukul setengah dua belas malam. Kuhelakan nafas panjang, aku sampai ke taman yang tadi. Kulihat hpku, hanya ada BBM dari Elang, kubiarkan tetap tak terbaca, aku masih belum tau harus jawab 'kesan-kesan' ku atas pertemuan dengan sepupu yang dulu dia banggakan, karena berani mengambil resiko untuk memperjuangkan cintanya. Pindah agama untuk lelaki yang dia cintai, dan lelaki itu adalah simpananku, dan akupun simpanannya.
Aku menangis di taman yang mulai sepi itu, aku bingung harus kemana, jika aku pulang ibu akan bertanya kenapa aku meninggalkan Ricardo, mau ke rumah Febri satu-satunya teman perempuanku juga tidak mungkin, orang tuanya teman dekat Ibuku, apa yang akan dikatakan mereka jika jam segini aku kebingungan mau tidur di mana. Kembali ke RS? Tidak, nyaliku sedang ciut, aku takut, takut dan gemetar tiap kali Dini menatap mataku. Aku juga tidak bisa membiarkan Ricardo melihat keadaanku seperti ini.
-SMS-
"Selamat tidur, Sinar" SMS dari Bayang.
Bayang? Apa aku harus meminta bantuan dari dia? Hampir jam dua belas malam, dan aku masih belum tau akan tidur di mana malam ini, aku harus bergerak dari sini, taman mulai dingin dan makin sepi. Kuputuskan untuk membalas SMS Bayang. Duh, SMS gak ya. Gak, gue gak boleh ragu, gue gak mungkin ketemu Radit sekarang. Bayang.
"Bisa jemput gue sekarang di Taman Sudirman sekarang? Gue butuuh tempat nginep untuk malam ini" isi SMSku ke Bayang. Duh.. dia mau gak ya. Hhhhh..ngapain sih aku SMS dia, mending tadi minta Radit aja.  Sudah 10 menit smsku gak dibalas Bayang. Nyesel tadi SMS dia.
"Oke, aku sudah di jalan, kamu sendirian di taman?" SMS Bayang.
"Iya, di bangku dekat air mancur" balasku.

Jakarta, 13 Juni 2011

Tidak sampai lima belas menit setelah SMS darinya, Bayang sampai. Dia tersenyum dan memberikan jaket kepadaku, mengambil tasku dan membawakannya.
"Ayo, sudah malam, dingin di sini, pakai jaketnya" aku menuruti ucapannya, kupakai jaket yang dia berikan tadi, tangan kanannya menggandengku dan tangan kirinya membawa tasku.
Dia tidak bertanya sedang apa aku semalam itu di taman sendirian, air mataku, mata sembabku, tidak dia tanyakan sama sekali, lagi-lagi dia diam saat menyetir. Kami masuk ke sebuah apartement di kawasan Jakarta Selatan. Sudah sangat sepi sekali, kutengok hpku ternyata sudah jam satu malam. Aku memberi kabar kepada Ricardo, bahwa aku sedang sendiri dan menginap di hotel, nanti pagi-pagi sekali aku akan ke RS, dan  jangan sampai ada yang tau, kalau malam ini aku tidak menginap di RS. Ricardo tidak membaca BBMku, mungkin dia sudah tidur.
Sepanjang turun dari mobil, di dalam lift, Bayang tetap menggandeng tanganku. Malam ini dia hanya mengenakan kaos merah dan celana pendek berwarna cokelat muda.
"Sudah makan kamu?" tanyanya saat di dalam lift.
"Sudah" jawabku bohong.
Dia tersenyum. Lift behenti dan terbuka di lantai 22. Kami berjalan di lorong apartement yang sepi. Aku tidak pernah bertanya di mana dia tinggal, ternyata di sini.
--
Bayang membuka salah satu kamar, aku mengikutinya, sesampainya di dalam, dia menyalakan lampu dan mengarahkan aku untuk ke salah satu kamar yang ada di dalam apartementnya, dia meletakkan tasku. Aku masih diam, dia mengambilkan handuk dan masuk ke kamar mandi. Kembali menghampiriku, ternyata handuk itu dia bahasi dengan air hangat.
"Jangan nangis lagi, bersihin badannya pakai anduk ini, ganti baju, nanti aku ambilkan bajuku" dia memberikan anduk tersebut dan meninggalkan kamar. Aku menuruti ucapannya, membuka bajuku dan mengelap badanku dengan handuk basah yang dia berikan, belum selesai aku mengelap badanku, suara pintu terbuka, Bayang masuk. Sontak aku kaget dan menutupi bagian tubuhku.
"Pakai kaos ini, besar, jadi bisa buat daster" dia masuk ke dalam kamar dengan keadaan aku setengah telanjang, menaruh kaos yang dia bawa di atas tempat tidur lalu keluar kamar dan menutup pintu kamar kembali.
Sebenarnya aku bawa baju, tapi entah kenapa aku ingin sekali memakai kaos yang biasanya Bayang pakai. Ku kenakan kaos yang tadi dia berikan, badannya besar, kaos ini benar-benar tenggelam di badanku.
Aku lapar..makanan dari ibu ini masih bisa di makan, tapi dingin. Mau diangetin dulu, aku menatap pintu kamar, mempertimbangkan untuk keluar kamar atau tidak. Mana bisa tidur aku kalau lapar begini? Kuhelakan nafas panjang. Aku harus makan, ku ambil bungkusan berisi makanan dari Ibu untuk Ricardo tadi. Dengan pelan-pelan aku membuka pintu kamar, sudah gelap, sepertinya Bayang sudah tidur. Aku mencari di mana letak dapur, tidak begitu sulit, karena apartement ini tidak begitu besar. Aku memindahkan makanan yang ada di kotak makan ke tempat yang bisa dimasukkan ke microwave. 10 menit. Aku duduk menunggu makanan selesai dihangatkan.
Aku haus, lalu aku membuka lemari es besar yang ada di dekat pintu masuk dapur. Yah, isinya gini banget, sayur, susu, telor, gak ada yang bisa dicemil, aku mengambil minum dan saat kututup pintu lemari es, aku kaget dan hampir membuat gelas yang kupegang terjatuh, namun tanganku keburu ditangkap oleh sosok yang mengagetkanku. Bayang.
"Gue laper, gue bawa makanan sendiri kok. Cuma numpang ngangetin, nanti piring yang gue pake gue cuci sen..." ucapku kepada Bayang terpotong karena dia tetiba mencium bibirku, aku terdiam dan gelas yang kami pegang bersama terjatuh, dia tidak memperdulikannya. Hangat, hangat sekali dadaku saat berada di dekatnya, dia memeluk tubuhku dengan tubuh besarnya, erat sekali.
"Teeeeeeeeeeeeettt......!" aku terkejut dengan bunyi microwave, aku melepaskan pelukannya, dan mengambil lap untuk mengambil makananku. Meletakkannya di atas meja, lalu aku duduk. Bayang pun ikut duduk, dia di depanku.
"Makan.." aku menawarinya, dia hanya tersenyum.
Aku makan dan sambil sesekali melihatnya, diapun sedang melihatku, sesekali tersenyum. Tidak bicara satu patah pun. Dia mengambilkanku minum, lalu kembali duduk.
Aku mau mencuci piringku, tapi bayang langsung menyuruhku membiarkannya saja. Lagi-lagi wajah ini, wajah diamnya yang hanya tersenyum tanpa mengeluarkan sepatah katapun. Dia menggendongku, membawaku ke kamar tadi, ini kamar tamu, jelas bukan kamar dia, karena isinya kosong. Meletakkan ku di atas tempat tidur, aku seperti terhipnotis oleh tatapannya. Dan perasaan ini, hangat di dalam dada ini, belum pernah aku rasakan sehebat ini sebelumnya.
Pandangan mataku tidak bisa lepas dari matanya yang hangat, juga senyumnya yang selalu menggetarkan hatiku. Malam ini terasa begitu indah, sudah lama aku tidak merasakan nafsu dan rasa hangat di dalam dada sdatang ecara bersamaan, aku sangat menikmati malam ini.
--
Aku merebahkan kepalaku di dadanya yang bidang, dia tertidur, wajahnya sangat sempurna, kulitnya yang tidak putih membuat dia terlihat sangat sexy, badannya harum, bahkan saat tertidur seperti ini. Aku mengambil hpku, ku foto wajahnya tanpa blitz agar dia tidak terbangun. Aku terus memandangi wajahnya, sesekalii tersenyum mengingat bagaimana kami bertemu pertama kali. Bayang Samuderana.
"Been up all night staring at you, wondering what's on your mind. But I've been this way with so many before, but this feels like the first time. You want the sunrise, go back to bed, I want to make you laugh. Mess up my bed with me, kick off the covers I'm waiting. Every word you say I think I should write down, I dont want to forget come daylight. Happy to lay here, just happy to be here. I'm happy to know you."
-Schuyler Fisk and Joshua Radin Paperweight-

Dia membuka matanya lalu menangkap mataku yang sedang melihatnya sedari tadi, diapun memelukku dengan lengan kanannya, menaruh kepalaku di atas dadanya yang bidang. Lalu akupun  tertidur dengan penuh senyum dalam pelukannya.
--
Aku terbangun dengan perasaan asing, di mana ini? Ah.. di apartement Bayang, aku masih tidak mengenakan baju, Bayang sudah tidak ada di tempat tidur. Kukenakan bajuku, lalu ke luar kamar, tidak ada siapa-siapa. Apartement ini kosong, aku kembali ke dalam kamar tadi dan duduk di atas tempat tidur, mengambil hp ku yang berada di atas meja di samping tempat tidur, melihat hasil foto Bayang yang kuambil dengan diam-diam tadi malam dengan tersenyum. Mengecek BBM dan pesan yang masuk. Ada dari Elang, Ricardo, Radit dan SMS, biasanya hanya Bayang yang mengirimkan aku SMS.
"Maaf, kamu aku tinggal sendiri. Aku harus kerja. Kamu kalau mau sarapan pesan saja, ada nomer teleponnya di meja telepon di ruang TV. Jangan lupa mandi, bawa saja kunci apartementnya, aku ada duplikatnya dan jangan nangis lagi" SMS dari Bayang.
Aku tersenyum membacanya. Namun senyumku sontak terhenti saat melihat jam yang tergantung di dinding kamar ini. Hah? Jam 10? Aku harus ke RS. Nanti bisa ketauan kalau aku gak jaga Ricardo. Ada BBM masuk lagi.
"Nar, gue gak tau elo kenapa semalem. Gue juga gak paham kenapa gue harus bohong bilang lo di sini, padahal gue kagak tau lo sekarang ada di mana. BBM gue dari semalem gak dibaca" BBM dari Ricardo.
"Sorry, Do.  Gue ketiduran semalam. Ini baru liat hp. Gue juga bangun kesiangan. Baru mau ke sana, lo BBM" jawabku.
"Gak usah kemari, Nar. Ada bokap sama adek gue di sini, tadi pas mereka dateng nanyain lo, gue bilang baru aja 10 menit yang lalu pulang. Ngertikan maksud gue?"
"Iya"
"Iya apaan? Lo balik sekarang. Biar kagak ketauan ngibulnya kita. Tapi lo utang satu penjelasan ke gue tentang apa yang terjadi semalem, kemana lo semalem dan di mana lo sekarang"
"Gue balik sekarang. Nanti aja bahasnya pas lo sembuh" ku matikan hpku, agar tidak ada yang bisa menghubungiku.
Aku bersiap-siap kembali ke rumah. Di sepanjang perjalanan aku banyak menghelakan nafas menelaah satu-satu kejadian yang belum lama ini terjadi. Bayang? Apakah akan menjadi cerita baru? Atau hanya sekedar masalah baru?
--
Sesampainya di rumah, seperti biasa jam segini rumahku kosong, Ibuku kerja. Hari ini aku benar-benar tidak bisa ke kampus. Seharusnya ada 3 mata kuliah, tapi aku tidak mau ke mana-mana sekarang. Aku butuh sendiri.
Bayang Samuderana.. Hhhhh..
Aku melanjutkan tidurku yang masih sangat kurang semalam.
--
"Nar, Sinar.." seseorang mengoyang-goyangkan tanganku.
Kulihat jendela kamarku, di luar sudah gelap. Kulihat sosok yang membangunkanku, Ibu. Ah sudah malam rupanya, Ibu sudah pulang dari kantor.
"Capek ya kamu pulang kuliah? Makan dulu yuk, sudah jam 8 malam, kalau gak dibangunin nanti kamu bablas tidur sampai besok gak makan" ucap Ibuku.
"Iya, bu. Sebentar lagi Sinar ke depan, Ibu sudah makan? Makan duluan aja kalau belum" lanjutku.
"Gak, kita makan bareng-bareng, itu Ricardo sudah nungguin di meja makan"
"Hah? Diakan di RS"
"Kan sudah 3 hari, sakitnya bukan sakit berat, jadinya bisa pulang kapan aja. Ini ibu memang masak buat dia, dan emang sudah lama aja gak makan bareng dia, ayo atuh buru" ajak Ibuku dengan menarik tanganku.
Akupun beranjak dari tempat tidur, keluar kamar dan benar ada Ricardo di sana.
"Buseet..anak perawan tidurnye udah kaya orang mati" ledek Ricardo saat melihatku keluar kamar.
"Keluar RS kapan lo?" tanyaku ke dia.
"Heh, pada makan dulu. Ayo nasi sama lauknya diambil, masa mesti Ibu yang ngambilin" ucap Ibuku memotong percakapan kami.
Lalu kami makan sambil bercerita hal-hal ringan yang membuat tertawa, tentang kondisi Ricardo, kuliah kami, sampai ke masalah sinetron yang biasa kami tonton bertiga sewaktu dulu.
--
Aku dan Ricardo duduk di teras, kami belum memabahas masalah penting sedari tadi hanya tertawa. Lelah tertawa kami sama-sama diam, hanya konsentrasi pada rokok masing-masing. Ibu sudah tidur sepertinya, jadi aman untukku merokok di rumah di jam segini.
"Nar, kemaren lo kenapa?" tanya Ricardo.
"Gak apa-apa" jawabku sambil tersenyum.
"Trus lo tidur di mana kemaren?"
"Hotel"
"Cailah, ni anak hobi bener buang-buang duit. Nar, maapin gue ya, kemarin kan gue bilang gue bisa sendiri di RS itu Cuma becanda"
"Gak usah minta maaf, lo gak salah kok. Ngapain minta maaf"
"Bener nih lo gak marah? Tapi lo bae-bae aja kan, Nar?"
"Baek" jawabku singkat.
Kami mengobrol hingga jam 11 malam, lalu dia pamit pulang. Aku kembali ke kamarku. Sedari siang aku mematikan hp, aku mengecek pesan-pesan yang masuk.
-BBM-
"Kamu kemana aja sih? Dari kemarin gak ada kabar? Aku telepon juga gak aktif terus" BBM dari Elang.
"Iya, lagi suntuk. Jadi lagi bener-bener pengin sendiri" jawabku.
"Pengin sendiri? Kenapa? Kamu baik-baik aja"
"Nggak, aku gak apa-apa. Aku boleh istirahat sekarang? Kepalaku sakit"
"Iya, baiklah. Kamu istirahat, jangan capek-capek ya. Selamat tidur, sayang" sifat Elang yang tidak mungkin tega aku marah kepadanya, dia sangat pengalah dan mengerti aku. 
"Terima kasih. Selamat tidur" jawabku.

Tidak ada kabar dari Bayang seharian ini setelah kejadian semalam, aku benar-benar ingin mendengar suaranya. Tiap kali aku memikirkan dia, pasti ada senyum tercipta di wajahku. SMS Bayang gak ya? Duh. Aku malu. Aku orang yang baru saja dia kenal, tidur dengannya, dan sekarang setelahnya dia gak ngasih kabar apa-apa. Bayang, ah seharusnya aku tidak perlu memikirkannya, ini hanya one night stand, seharusnya dari tadi aku sadar, kami melakukan sex tanpa status apa-apa dan setelahnya tidak ada kabar. Laki-laki!
--
Jakarta, 14 Juni 2011

"Siang Sinar, ini Dini" BBM masuk dari Dini, tunangan selingkuhanku sekaligus sepupu dari Elang pacarku.
"Hay, Din" jawabku.
"Nanti ke kampus?" aku rencananya mau ke sana sebelum kerja, mau ketemu tunanganku. Kamu kuliah jam berapa?" tanyanya di BBM.
Hah? Dia mau ke kampus ketemu Radit dan dia mengajak aku bergabung? No way!
"Aku kuliah jam 10, Din, tapi abis itu sudah ada janji mau jalan sama temen nyari buku" aku menolak ajakannya secara halus.
"Yah, sayang banget, aku masuk kerja jam 5 sore, aku janjian sama pacarku jam 2 siang, habis cari buku kamu mau gak ke kampus lagi? Please.. aku mau ngobrol-ngobrol sama kamu" Dini masih berusaha merayuku.
Tidak, aku masih belum siap bertemu dengannya, baiknya aku "iya-kan" saja sekarang, lalu aku batalkan nanti.
"Hmmm..jam 2 yah? Liat nanti deh, nanti dikabarin lagi" ucapku.
"Asik, mudah-mudahan kita bertemu yah" Dini menutup percakapan.
--
Kuliah sudah berakhir, jam 12 siang, dua jam lagi Dini ada di sini, aku harus pergi sekarang. Ucapku dalam hati sambil membereskan buku-bukuku ke dalam tas. Hari ini Ricardo masih belum masuk kuliah, tante Ina masih menyuruhnya istirahat, aku pulang naik bus deh.
Aku berjalan ke luar kampus, ada Radit di depan ruang senat bersama teman-temannya. Dia melihatku tanpa reaksi apa-apa, aku melaluinya tanpa reaksi apa-apa juga. Aku berjalan sekitar 10 meter ketempat biasa aku menunggu bus.
"SINAAAAR..." terdengar suara teriakan seorang wanita yang baru saja memberhentikan mobilnya. Dia membuka kaca mobil dan melambaikan tangannya, dia mengenakan kaca mata hitam, hmmm..siapa ya? Aku tidak mengenalinya. Dia membuka pintu dan turun dari mobil, aku masih terdiam di tempatku. Dia membuka kacamatanya, dan ternyata Dini. What?!
Dini menghampiriku sambil sedikit berlari.
"Hhhhh..hampir aja aku gak ngeliat kamu" ucap Dini sambil memegang tangan kananku.
"Din? Katanya mau dateng jam 2" tanyaku.
"Iya, aku sengaja datang jam segini, mau nganterin kamu beli buku, sekalian sama pacarku juga mau beli buku. Dia ada di kampus sekarang. Yuk, ke dia dulu" Dini mengajakku kembali ke kampus.
Aku harus gimana? Diam? Radit? Aku harus memberi tahu Radit! Ini gak boleh terjadi.
Dini menarik tanganku, mengeluarkan hpnya dan menelepon seseorang.
"Sayang, aku sudah di kampus kamu, ketemu di depan pintu masuk ya. Cepet.." ucap Dini ke seseorang yang dia telepon. Radit. Itu pasti yang dia telepon Radit.
Apa yang harus aku lakukan?

Bersambung....


~ (Oleh: @ekaotto)

0 comments em “13 Juni 2011”

Post a Comment