Dan bukannya langsung keluar, atau setidaknya membuka kaca mobil. Aku malah tetap diam di dalam sambil berpikir, apa yang harus kulakukan?
Gian Sugandi, kenapa kamu tiba-tiba datang saat aku sedang merindu? Ini adalah sebuah berkah atau malah bencanakah?
Aku juga heran sendiri, bukankah seharusnya saat ini aku langsung membuka pintu dan memeluknya untuk mengobati rinduku? Tapi kenapa sekarang tubuh dan bibirku kelu?
Melihatku yang bergeming tak keluar untuk bertukar sapa, Gian menatapku heran. Lalu sekali lagi ia mengetuk kaca mobilku. Kali ini dengan kerutan dahi, bukan lagi senyum seperti sebelumnya.
Dan aku tergagap, dengan gugup mematikan mesin mobil, mengambil kunci lalu keluar dari mobil.
"Kamu... kapan pulang?" tanyaku ragu.
Gian tidak langsung menjawab, ia malah menatapku dengan tidak suka.
"Kok kamu kayak gak seneng aku pulang ke Indonesia?"
"Eh, bukan gitu. Masalahnya, ada gossip kamu mau pulang pun nggak ada kan. Kamu bahkan - " lalu aku diam tidak jadi mengucap. Sadar ada sesuatu yang salah.
Gian tersenyum kecil. Tapi ia tidak berkata apa-apa selain langsung memelukku.
Lelaki yang mendekapku erat ini memang bukan tipe lelaki yang mampu mengekspresikan perasaannya dengan kata-kata. Tapi segala hal akan ia lakukan untuk membuat orang-orang tersayangnya berada dalam kenyamanan dan keamanan.
Seharusnya, aku tahu itu dari dulu. Rinduku pun tak bertepuk sebelah tangan. Seharusnya, aku tahu dari dulu, bahwa Gian adalah satu-satunya. Dan untuk semua, seharusnya ada penjelasan kan?
~ (oleh @cHaMarsya)
~ (oleh @cHaMarsya)