Warung Bebas

Monday, 3 October 2011

Delapan #12

Happy eighth month-sarry Anggi dan teman sekelasku yang ganteng sangat!
Tetap jadi The Lawak Couple ya Peh! Jangan kecewain si Milmil loh! Haha :D
Terima: Dinee

Terimakasih ya temanku yang baik sangat! Yang ada elo mestinya ngirim gitu ke Milmil woooo :P
Terkirim: Dinee


Milan mendiamkanku lagi. Masih seperti sebelumnya, aku tidak tau salahku apa. Seakan amnesia, ia lupakan kejadian di barisan pagi itu sama sekali. Berubah total. Aku hanya bisa mengembus napas berat saat tau pesan-pesanku tak mendapat balasan. Satupun.


Ini hari Sabtu. Mestinya PKL lengang karena tak ada jadwal belajar di hari itu. Tapi aku agak bingung dengan lumayan banyaknya siswa/siswi yang berseliweran di koridor, ketika aku keluar kelas. Aku baru ingat, ternyata tak hanya Kelas Olimpiade Bahasa Inggris yang mengambil jadwal hari Sabtu. Matematika dan Sains pun mengambil jadwal di hari yang sama.


"Muka kusut nih, Neng. Kenapa sih Milan hobi diamin kamu Nggi?", pertanyaan Dini langsung menghujam. Ia membereskan diktat-diktat yang berantakan sambil berjalan bersisian denganku. Tergagap aku ingin menjawab. Langkahku terhenti. Bingung memilih kata yang tepat, aku menaikkan kedua bahu isyarat tidak tau. Dini membalas dengan tatapan bercanda seraya berkata, "Halah paling nanti malam damai lagi" dan tersenyum sinis penuh makna yang aku sendiripun tak mengerti maknanya apa.


Lama aku duduk di ruang majelis guru PKL. Entah apa lagi yang harus aku lakukan. Rasanya pekerjaan bermanfaat sudah aku laksanakan dengan baik, dua jam belakangan. Mulai dari memperbaiki pengeras suara dan mikrofon PKL yang bila digunakan berbunyi 'kresek-kresek-kresek'. Membersihkan kelasku yang sebenarnya sudah tak ada sampah sejauh mata memandang. Menghapal artikel bahasa Inggris yang akan aku bawakan Sabtu depan di depan semua anggota Kelas Olimpiade Bahasa Inggris. Sampai pada membantu guru kimia yang killer itu mengetik daftar nama anak-anak yang masuk kategori tidak disiplin seminggu ini. Nama kami diantaranya, aku dan Milan.


"Mana pacar kamu?"


"Maksud ibu, siapa Bu?"


"Jangan pura-pura ngga tau Nggi. Saya tau kok. Waktu ngajar di kelasnya saya tanya, dan dia ngaku. Temannya yang kecil itu juga bilang begitu"


"Bilang apa Bu?"


"Ya nanya dimana pacar kamu, Anggiiiii.. Kok ngga ngerti sih.. Atau cuma pura-pura ngga ngerti?"


"Saya ngga tau dia dimana sekarang Bu"


"Yaudah kalau begitu jangan galau sekarang ya Nak. Kamu galau, nanti pekerjaan saya lama selesainya. Ngga dibantu sama kamu, bisa sampai ba'da sholat isya saya disini hehehe"


Dini sedari tadi dijemput. Anak-anak seangkatanku sepertinya cuma aku yang masih berada di sekolah. Hari hampir siang dan matahari mulai terik. Ruang yang aku tempati mulai panas sekalipun sudah menggunakan jasa dua buah pendingin ruangan. Aku gerah dan mulai mengipas-ngipas muka dengan sebuah buku Paperline yang sudah tipis. "Kepanasan ya Nggi?", tanya bapak yang mengajar Pendidikan Jasmani dengan sedikit tawa dari seberang posisiku. "Ha? Ah eh.. Iya Pak. Panas sekali ya Pekanbaru ini..", jawabku setengah sungguh-sungguh, lalu dibalasnya lagi dengan tawa.


Aku bingung apa yang sedang aku tunggu disana. Aku berkeyakinan akan ada yang menunjukkan titik terang antara aku dan Milan. Walaupun sedikit. Hatiku tetap galau bertanya dimana Milan, apakah ia tadi hadir di Kelas Olimpiade Sains, dan kenapa sampai jam segini belum ada balasan pesan darinya.



~ (oleh @captaindaa)

0 comments em “Delapan #12”

Post a Comment